Pengamat Hukum tata Negara Margarito Kamis

Jakarta, Aktual.com – Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis berpendapat, maraknya penangkapan terhadap sejumlah Kepala Daerah yang akan maju kembali di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), akibat tersandung kasus korupsi, menunjukan lemahnya komitmen para pemimpin di negeri ini.

Ia menegaskan, seorang calon pemimpin yang berpartisipasi dalam Pilkada harusnya memiliki komitmen yang kuat dengan berpihak kepada kepentingan rakyat. Sehingga, tidak akan melakukan pelanggaran hukum seperti korupsi ataupun suap. Tapi jika yang terjadi malah sebaliknya, hukum harus tegas.

Terlebih, jika terjerat Operasi Tangkap Tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (OTT KPK), seperti yang dialami Bupati Ngada, Marianus Sae (MS) yang sedang maju di Pemilihan Gubernur Nusa Tengara Timur (Pilgub NTT).

“Seharusnya, mereka yang sudah jelas-jelas tertangkap tangan (OTT) kasus korupsi tidak bisa lagi memiliki hak politik atau hak konstitusional untuk dipilih kembali dalam pemilihan umum (Pemilu) seperti Pilkada, Pileg ataupun Pilpres,” tegas Margarito di Jakarta, Senin (26/3) malam.

Untuk itu, Margarito menekankan kekuatan-kekuatan politik seperti partai politik atau kelompok masyarakat sipil harus mengimbau masyarakat untuk tidak memilih mereka yang sudah tercoreng secara moral, terlebih sudah tersandung OTT KPK.

“Anda sedang maju menjadi pemimpin atau calon pemimpin tapi malah melakukan pelanggaran hukum dengan terjerat OTT. Faktor itu menjadi alasan yang cukup untuk memberatkan dia terjerat secara hukum. Maka, sudah semestinya ancaman hukumannya adalah maksimal, yakni 20 tahun penjara,” tegas Margarito.

Sementara, penyidik KPK terus mendalami proses pengaturan pemenang lelang proyek dalam kasus dugaan suap Bupati Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT) Marianus Sae.

Sebelumnya, KPK melalui juru bicaranya Febri Diansyah menduga ada proses pengaturan lelang agar proyek tersebut dimenangkan oleh kontraktor tertentu. Sejumlah saksi terkait kasus tersebut diperiksa untuk mendalami peran Marianus memenangkan kontraktor penyuapnya di sejumlah tender.

“Komunikasi tentang proyek dan fee serta dugaan aliran dana pada tersangka. Kami klarifikasi juga informasi tentang sejauh mana perintah Bupati dalam pemenangan perusahaan PT S99 di sejumlah lelang tahun 2016-2017,” ujar Febri.

Menurut Febri, untuk mengusut kasus ini, penyidik KPK melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi untuk dua orang tersangka yaitu, Bupati Ngada Marianus Sae dan Dirut PT Sinar 99 Permai Wilhelmus Iwan.

“Di kasus Ngada, kami lakukan pemeriksaan terhadap sejumlah orang di Polres Manggarai Barat (NTT). Pemeriksaan untuk dua orang tersangka,” ungkap Febri.

Selanjutnya, Febri menjelaskan dalam sepekan ini tim terus melakukan penyidikan dan pemeriksaan. Setelah berkas pemeriksaan sudah lengkap, kasus suap yang menjerat tersangka Marianus Sae akan segera disidangkan.

Seperti diketahui, sebelumnya, KPK menetapkan Bupati Ngada, NTT Marianus Sae sebagai tersangka kasus dugaan menerima fee dari proyek-proyek di Kabupaten Ngada.

Bersama dengan Marianus, KPK juga menjerat Direktur PT Sinar 99 Permai Wilhelmus Iwan Ulumbu sebagai tersangka. Wilhelmus merupakan pihak pemberi suap.

Wilhelmus membuka rekening atas nama dirinya sejak 2011 dan menyerahkan ATM bank tersebut kepada Bupati Marianus pada 2015. Total uang yang ditransfer ke ATM maupun cash untuk Marianus sekitar Rp 4,1 miliar.

Marianus sudah menjanjikan kepada Wilhelmus untuk menggarap beberapa proyek di Kabupaten Ngada dengan nilai proyek tahun 2018 sebesar Rp 54 miliar.

Sebagai pihak yang diduga sebagai penerima, yakni Marianus Sae disangkakan melanggar Pasal 12 Huruf a atau Pasal 12 Huruf b atau Pasal 11 UU No. 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Ancaman hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara serta denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Teuku Wildan