Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan dan Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar. (ilustrasi/aktual.com foto: antara)
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan dan Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar. (ilustrasi/aktual.com foto: antara)

Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi VII DPR-RI, Rofi Munawar DPR-R memberi catatan ‘hitam’ pada Kementerian ESDM. Dia merasa sektor yang dipimpin oleh Ignasius Jonan, masih menemukan banyak permasalahan.

Untuk sektor energi dan mineral tuturnya, kedua direktorat dibawa Kementerian ESDM tersebut sepanjang tahun 2016 masih dililit permasalahan hukum, mulai dari hulu hingga ke hilir.

“Ironisnya, banyak implementasi regulasi yang masih diabaikan dan menyebabkan kerugian negara. Perhitungan cost recovery yang terus naik, perolehan lifting migas yang kian rendah dan tunggakan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang masih tinggi masih menjadi catatan kurang baik sektor ESDM di tahun 2016,” katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (21/12).

Selanjutnya mengenai Energi Baru Terbarukan (EBT), dia merasa masih jauh dari cita-cita untuk dijadikan tulang punggung energi nasional.

Sedangkan tunggakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dia mencatat, di sektor energi sampai dengan 2016 sudah mencapai Rp 13,1 triliun. Sumbangsi tunggakan tersebut dari sektor minyak dan gas bumi sebesar Rp 4,4 triliun atau setara USD 336,17 juta.

Jumlah tersebut tegasnya berasal dari temuan terhadap 143 kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang belum melunasi sisa kewajiban keuangan di 30 wilayah kerja, yakni meliputi sisa komitmen pasti USD327 juta, bonus tanda tangan USD2,5 juta, barang dan jasa USD 575 ribu, serta jaminan operasi USD 5,8 juta.

“Tentu seluruh potensi penerimaan negara itu harus secara serius dikejar oleh Pemerintah. Jika tidak, akan berpotensi menjadi masalah hukum dikemudian hari,” tukas Rofi.

Selain itu, untuk kebijakan renegoisasi kontrak, dinilai tidak banyak mengalami perkembangan, hal itu terbukti masih rendahnya komitmen sejumlah Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Kontrak Karya (KK) membangun smelter padahal hal itu diamanahkan oleh UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Padahal, batas akhir relakasasi mineral efektif tinggal satu bulan lagi dari apa yang telah ditetapkan.

“Ironisnya, pemerintah justru mewacanakan perpanjangan relaksasi untuk mengakomodir IUP dan KK yang selama ini belum mampu menyelesaikan kewajibannya membangun smelter” tegasnya.

Politisi PKS itu menemukan program pembangunan smelter harus terus dilanjutkan agar terjadi proses penguatan pendalaman industri di sektor minerba mampu menghasilkan pertambahan nilai.[Dadangsah Dapunta]

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Dadangsah Dapunta
Editor: Andy Abdul Hamid