Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution (kiri) didampingi Seskab Pramono Anung (kanan) memaparkan hasil rapat terbatas membahas Penurunan Angka Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (16/3). Presiden menginstruksikan agar semua kebijakan yang terkait penanggulangan kemiskinan dijalankan secara terpadu, baik lintas lembaga dan Kementerian, Bank Indonesia, OJK, dan Bulog, terutama untuk mengatasi ketimpangan harga pangan. ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma/nz/16

Jakarta, Aktual.com – Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution mengakui, kondisi biaya logistik Indonesia sejauh ini masih dianggap cukup mahal dibanding negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand.

Dengan kondisi tersebut, kata Darmin, Indonesia yang mau mengimpor kapas dari Amerika Serikat (AS) justru bukannya didatangkan dari sana melainkan malah datang dari Malaysia, karena selama ini barang tersebut sudah ditimbun di Malaysia.

“Itu karena sudah ditimbun di PLB (Pusat Logistik Berikat) di sana (Malaysia),” ujar Darmin di acara Jakarta International Logistics Summit and Expo (JILSE), di Kemayoran, Jakarta, Rabu (19/10).

Namun dengan dibangunnya PLB, kata dia, cost logistic yang semula biaya tinggi bisa menjadi lebih efisien. Sehingga bisa berdaya saing tinggi dengan negara lain. Apalagi pemerintah bertekad menjadi hub logistik di Asia Pasifik.

Menurut Darmin, dengan adanya PLB ini, menjadi satu bagian dari pilar yang cukup penting dari proses kegiatan logistik. “Dan kita harap, dengan banyaknya yang berminat untuk mendirikan PLB berarti di sana ada kesempatan dunia logistik yang menarik,” jelasnya.

Darmin pun menyindir soal impor kapas itu. Indonesia sebagai negara tak cukup banyak memiliki komoditas kapas, sehingga harus impor dari AS.

“Tapi ketika pemerintah impor kapas dari AS, justru tidak langsung datang dari AS. Tapi barangnya sudah ditimbun di Kuala Lumpur, Malaysia. Di PLB di sana,” sindir Darmin.

Makanya dengan PLB yang sebelumnya nelum ada, tak aneh jika biaya lositik Indonesia cukup tinggi.

“Berdasar data dari Bank Dunia, kira-kira biayanya sebesar 24 persen dari nilai Produk Domestik Bruto (PDB) kita. Jauh lebih mahal dari yang terjadi di Malaysia atau Thailand yang sebesar sekitar 16 persen dari PDB,” papar Darmin.

Menurutnya, karena dengan adanya kondisi biaya logistik yang mahal, maka industri logistik pun belum berkembang cukup baik.

“Sehingga masih dikeluhkan oleh pengusaha dan investor tak hanya dari luar negeri tapi juga dari dalan negeri,” jelas dia.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arbie Marwan