Memperkuat Kesadaran Pelayanan Publik
Pada akhirnya harus saya katakan terutama kepada pelaku dan akademisi di bidang administrasi negara, bahwa demokrasi pada akhirnya harus membangkitkan kesadaran pelayanan kepada rakyat sebagai ibu pertiwi. Betapapun indahnya slogan demokrasi, tanpa komitmen pada palayanan dan kesejahteraan rakyat, yang dihasilkan adalah tirani.

Tentu kisah masih ingat pada peringatan Soekarno 67 tahun yang lalu, tentang kemungkinan demokrasi tanpa demos (tanpa pemberdayaan rakyat) seperti di Perancis pasca revolusi. “Ya, marilah kita ingat akan pelajaran revolusi Perancis itu. Marilah ingat akan bagaimana kadang-kadang palsunya semoboyan demokrasi, yang tidak menolong rakyat-jelata bahkan sebaliknya mengorbankan rakyat-jelata, membinasakan rakyat-jelata sebagaimana telah terjadi di dalam revolusi Perancis itu. Marilah kita awas, jangan sampai rakyat-jelata Indonesia tertipu oleh semboyan ‘demokrasi’ sebagai rakyat-jelata Perancis itu, yang akhirnya ternyata hanya diperkuda belaka oleh kaum borjuis yang bergembar-gembor ‘demokrasi’–kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan, tetapi sebenarnya hanya mencari kekuasaan sendiri, keenakan sendiri, keuntungan sendiri!”

Maka hal pertama yang harus diingat adalah pandangan Mohammad Hatta, bahwa negara tak lebih dan tak kurang adalah ”panitia kesejahteraan rakyat”.  Dalam pandangannya,  pemenuhan kesejahteraan ini hanya akan terwujud jika semangat kebangsaan dibina di atas landasan ”kedaulatan rakyat”. Tak ubahnya dengan konsep bangsa, kedaulatan rakyat adalah sebuah program yang bertolak dari sebuah keyakinan, bahwa manusia ini sederajat, karena itu sama-sama mempunyai hak untuk mengatur corak hidup bersama. Meskipun demikian bukan berarti kedaulatan rakyat yang dicita-citakan itu bertolak dari individualisme, yang menjadikan orang seorang sebagai ukuran segala sesuatu, tetapi dari kesadaran kolektivisme.”

Bahwa Indonesia adalah cita-cita politik bersama yang untuk mewujudkannya perlu ada pengikatan dan komitmen bersama.  Dan dalam hal ini, Bung Hatta menyebutkan pentingnya menumbuhkan rasa tanggung jawab di kalangan para pemimpin dan aparatur negara. ”Sebab,” menurutnya,  ”kalau rasa tanggung jawab tidak mendalam sedalam-dalamnya, bangsa kita akan sukar mencapai kesanggupan untuk ”menentukan nasibnya sendiri di kemudian hari”.

Selajutnya dikatakan, ”Indonesia luas tanahnya dan besar daerahnya dan sebagai nusantara tersebar letaknya. Oleh karena itu soal-soal yang mengenai pembangunan negara Indonesia yang merdeka dan kuat tak sedikit jumlahnya dan tidak pula mudah adanya. Pemerintahan negara yang semacam itu hanya dapat diselenggarakan oleh mereka yang mempunyai tanggung jawab yang sebesar-besarnya, dan mempunyai pandangan yang amat luas. Rasa tanggung jawab itu akan hidup dalam dada kita, jika kita sanggup hidup dengan memikirkan lebih dahulu kepentingan masyarakat, keselamatan nusa, dan kehormatan bangsa” (Pidato Radio 8 Nopember 1944).

Akhrinya, Bung Hatta kerapkali menyeru kepada kerabat-kerabat sebangsa untuk sama-sama menggemakan bait puisi dari Rene de Clerq, ”Hanya ada satu tanah yang bernama tanah airku//Ia makmur karena usaha, dan usaha itu ialah usahaku.”

Oleh: Yudi Latif, Chairman Aktual

Artikel ini ditulis oleh: