Jakarta, Aktual.com – Saudaraku, sudah cukup lama demokrasi berlangsung di tempat kita, tentang kita, namun tanpa kita.
Kata demokrasi jadi mantra suci yang terus diwiridkan, tapi rakyat kebanyakan sebagai sang demos terus dipinggirkan. Kenyataan sesungguhnya bukanlah demokrasi bagi rakyat, melainkan rakyat diperuntukkan bagi demokrasi.
Ada banyak sebab para pemimpim berkhianat. Politik pemerintahan bolehjadi diperbudak kekuatan adidaya hingga negara tak mampu mengambil kebijakan secara leluasa untuk mengelola urusan sendiri.
Tingginya biaya politik bisa juga membuat pemimpin terpilih lebih melayani kepentingan pemodal, dengan mengorbankan kepentingan umum.
Tekanan pada popularitas, ketimbang kualitas, melahirkan pemimpin yang miskin visi dan kompetensi. Masalah ditutupi dengan manipulasi pencitraan, bukan dengan jawaban nyata.
Kesulitan, ketidakmelekan dan kejenuhan rakyat berpolitik membuat partisipasi demokrasi berhenti di bilik pencoblosan. Setelah itu, para pemimpin dibiarkan bertindak sesuka hati tanpa pengawasan.
Politik adalah dimensi manusia secara keseluruhan. Bila pemimpin terpilih masih melayani kepentingan (karier) pribadi ketimbang kepentingan umum, maka sesungguhnya mereka adalah pembunuh darah dingin yang tega menikam jiwa politik. Tak ada musuh bersama yang lebih buruk dari itu.
Yudi Latif, Chairman Aktual
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid