Ilustrasi: Desakan Reshuffle Menteri Rasa Jokowi dan Sikap Presiden Prabowo

Jakarta, Aktual.com – Presiden Prabowo Subianto menegaskan tidak akan melakukan pergantian kabinet (reshuffle) dalam waktu dekat. Hal ini disampaikan Presiden Prabowo saat pengarahan tertutup Sidang Kabinet Paripurna di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (6/8/2025).

Menyikapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Skala Data Indonesia Arif Nurul Iman menyampaikan, mestinya jelang satu tahun pemerintahan Kabinet Merah Putih menjadi momentum bagi Presiden Prabowo untuk mengevaluasi semua menterinya.

“Presiden Prabowo harusnya mengevaluasi siapa saja para menterinya yang bisa mengimplementasikan visi, misi, pikiran dan cita-cita Presiden, dan siapa yang belum menunjukkan kinerja yang selaras dengan visi Presiden. Saya kira itu yang harus dilakukan jelang satu tahun pemerintahan,” kata Arif kepada aktual.com.

Menurut Arif dengan melihat kondisi perekonomian saat ini dan tidak dilakukannya reshuffle justru menimbulkan pertanyaan dari publik. Apakah dengan tidak melakukan reshuffle oleh Presiden Prabowo berarti menteri yang dekat dengan Jokowi aman dari pergantian?

Baca Juga:

Kasus Hukum Dan Lemahnya Pertumbuhan Ekonomi Jadi Para Meter Dorongan Reshuffle Kabinet

Meski reshuffle menjadi hak preogatif Presiden Prabowo, menurutnya reshuffle minimal harus mengacu pada dua pertimbangan. Pertama, ukuran kinerja. Kedua, faktor politis, pertimbangan kedua ini yang justru seringkali menghambat pertumbuhan dan stabilitas.

“Kalau kinerjanya bagus tentu potensial dipertahankan, bila jeblok bisa jadi diganti. Tetapi, ada yang lebih menentukan ketimbang kinerja, yakni faktor politis,” tegas Arif.

Tak jarang, ucap Arif, menteri yang kinerja buruk tapi mempunyai back up politik yang kuat bertahan dari pada menteri yang berkinerja baik namun tidak memiliki kekuatan politik.

“Artinya reshuffle ini akan dilihat dari faktor politik maupun kinerja, tapi lebih berat ke politik,” ujarnya.

Meski begitu ia melihat hubungan Presiden Prabowo dan Jokowi terlihat kurang berjalan dengan harmonis. Secara langsung maupun tidak langsung, Presiden Prabowo pelan-pelan sudah meninggalkan Jokowi.

“Terbukti dari beberapa kebijakan Prabowo mulai bertentangan dengan Jokowi. Seperti pembangunan IKN yang sudah tidak jadi prioritas, dan yang terbaru amnesti serta abolisi terhadap Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto,” jelas Arif.

Baca Juga:

Nailul Huda: 7 Menteri Layak Direshuffle, PHK Meningkat dan Ekonomi Rakyat Tertekan

Sementara itu Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menyampaikan sikap Presiden Prabowo Subianto yang tidak melakukan reshuffle kabinet dalam waktu dekat akan menyebabkan terhambatnya laju pembangunan. Niatan Presiden Prabowo tersebut juga hanya akan menjadikan kinerja kabinet tidak produktif.

“Tentu, saat ini banyak menteri yang sebenarnya menghambat laju pembangunan. Presiden perlu lakukan pergantian untuk percepatan,” katanya kepada Aktual.com, Sabtu (9/8/2025)

Menurut Dedi, Presiden Prabowo perlu mengambil langkah pergantian untuk memperkuat cita-cita pembangunan agar lebih solid, dan terbangun sistem kerja lebih baik. Menurutnya, kinerja kabinet selama ini cukup kontroversial, dan tidak produktif. Para menteri, ujarnya, lebih banyak mengeluarkan kebijakan yang menempatkan masyarakat dalam kesulitan.

“Mulai dari buruknya kebijakan subsidi, hingga kebijakan baru yang serba tidak menentu,” ungkapnya.

Bahkan, Dedi menyebutkan, beberapa pembantu presiden menimbulkan kontroversi di publik, misalnya Wahyu Sakti Trenggono, Raja Juli Antoni, Budi Arie Setiadi, Yandri Susanto, Budi Gunadi Sadikin, Bahlil Lahadalia, Natalius Pigai.

“Reshuffle sudah menjadi keperluan Presiden saat ini, mengingat belum ada kebijakan atau hasil kerja yang cukup berdampak baik pada publik. Justru sebaliknya publik sudah mulai kisruh oleh keputusan anggota Kabinet,” ungkap Dedi.

Baca Juga:

Dasco dan Mensesneg Kunjungi Rumah Megawati di Tengah Isu Reshuffle

Menteri Prabowo Rasa Jokowi

Sedikitnya ada 18 menteri di era Jokowi yang terpilih lagi menjadi pembantu presiden di Kabinet Merah Putih pemerintahan Presiden Prabowo. Pera menteri tersebut di antaranya, Airlangga Hartarto, Zulkifli Hasan, Pratikno, Agus Harimurti Yudhoyono, Tito Karnavian, Andi Amran Sulaiman, Raja Juli Antoni.

Kemudian, Sakti Wahyu Trenggono, Sri Mulyani, Bahlil Lahadalia, Erick Tohir, Rosan Roeslani, Budi Arie Setiadi, Budi Gunadi Sadikin, Agus Gumiwang Kartasasmita, Ario Bimo Nandito Ariotedjo, Supratman Andi, dan Saifullah Yusuf.

Dari ke-18 nama tersebut, terdapat menteri yang dianggap sebagai ‘orang dekatnya’ Jokowi, mereka adalah Pratikno, Tito Karnavian, Raja Juli Antoni, Bahlil Lahadalia, Erick Thohir, dan Budi Arie Setiadi.

Pratikno dianggap orang dekat Jokowi karena memegang posisi penting di dua periode pemerintahan Jokowi, sebagai Menteri Sekretaris Negara. Pratikno yang mantan Rektor Universitas Gajah Mada (UGM) lah yang selama ini menjadi penghubung utama komunikasi ke semua partai politik, Kementerian/lembaga, termasuk legislatif dan yudikatif. Saat ini Pratikno menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan di Kabinet Merah Putih Presiden Prabowo.

Baca Juga:

Blak-blakan, Ini Jawaban Presiden Prabowo Soal Isu Reshuffle Kabinet

Tito Karnavian, selain menjadi Kapolri di era pertama presiden Jokowi, Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ini di periode ke dua Jokowi diangkat sebagai Menteri Dalam Negeri. Pada Kabinet Merah Putih bentukan Presiden Prabowo, Tito tetap menjadi Menteri Dalam Negeri.

Kala menjabat Mendagri di era Prabowo, Tito mengeluarkan kebijakan kontroversi dengan memutuskan empat pulau di Provinsi Aceh menjadi milik Sumatera Utara, di mana menantu Jokowi, Bobby Nasution menjabat sebagai Gubernurnya.

Raja Juli Antoni dianggap orangnya Jokowi karena latar belakang partai politiknya sebagai elite PSI, di mana putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep menjabat Ketua Umum PSI. Raja Juli sebelumnya menjabat Sekjen PSI. Partai ini yang kerap menyerang Prabowo Subianto dengan isu negatif saat menjadi Capres pada pemilu sebelumnya.

Bahli Lahadalia dinilai dekat dengan Jokowi sejak didapuk menjadi Menteri Investasi/Kepala BKKPM pada periode kedua Jokowi. Bahlil pun berhasil duduk sebagai Ketua Umum Partai Golkar secara aklamasi, dengan menggusur Airlangga Hartarto. Konon pendongkelan Airlangga Hartarto yang mendadak karena permintaan dari Jokowi yang masih menjabat Presiden saat itu, demi kepentingan dia dan keluarganya.

Baca Juga:

Pertemuan Gibran-Dasco, Manuver Amankan Posisi di Tengah Isu Pemakzulan dan Reshuffle

Erick Thohir sendiri dekat dengan Jokowi ketika dipercaya menjadi Ketua Umum Komite Olimpiade Indonesia antara 2015 dan 2019 serta menjadi Ketua Panitia Pelaksana Asian Games 2018 (INASGOC). Ia juga mengetuai Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma’ruf Amin dalam Pilpres 2019. Pada periode kedua Jokowi, Erick dipercaya memimpin Kementerian BUMN. Posisi yang sangat strategis karena membawahi ribuan perusahaan plat merah. Di Era Presiden Prabowo, Erick masih menduduki jabatan yang sama.

Budi Arie Setiadi, sebagai orang dekat Jokowi karena posisinya sebagai Ketua Umum Relawan Pro Jokowi (Projo) di Pilpres 2014 dan 2019. Budi Arie menjadi wakil menteri di awal kabinet Jokowi periode kedua, lalu dipercaya menjadi Menteri Komunikasi dan Informatika. Hingga terseret dalam kasus judi online (Judol), meski namanya disebut berkali kali di pengadilan namun penegak hukum masih belum mampu menyentuhnya.

Di era Presiden Prabowo, Budi Arie mendapat posisi sebagai menteri Koperasi di kabinet Merah Putih. lembaga yang dipimpinnya kembali menjadi polemik dan viral di media sosial, setelah beredar video beberapa koperasi Merah Putih yang diresmikan Prabowo Subianto serentak, beberapa jam kemudian tutup dan nampak wujud aslinya.

Artikel ini ditulis oleh:

Erobi Jawi Fahmi
Eka Permadhi