Jakarta, Aktual.com — Gunung Salak, yang terletak di barat daya Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata antropologi unggulan bertaraf dunia.

“Gunung Salak memiliki banyak potensi, serta semua syarat yang dibutuhkan untuk dikembangkan sebagai destinasi unggulan wisata antropologi bertaraf internasional tersedia,” kata kata Ketua Yayasan Serambi Nusantara, Ahmad Fahir, M.Si di Bogor.

Yayasan Serambi Nusantara saat ini sedang melakukan studi dan penelitian mengenai situs megalitik kawasan Gunung Salak.

Ia mengatakan, keberadaan situs-situs warisan peradaban megalitikum yang tersebar di kaki, lereng, hingga puncak Gunung Salak sebagai faktor terpenting untuk mengembangkan gunung berketinggian 2.211 meter di atas permukaan laut (mdpl) sebagai tujuan utama wisata sejarah manusia.

Situs-situs cagar budaya tersebar di sejumlah area Gunung Salak.

Di antaranya kawasan Cagar Budaya Cibalay, yang terletak di Kampung Cibalay, Desa Tapos I, Kecamatan Tenjolaya, sebagai lokasi primadona, dengan jumlah situs megalitik mencapai ratusan buah.

“Kawasan Cibalay memiliki ratusan situs megalitik, terhampar pada area seluas 45 hektare, mulai kaki, lereng hingga puncak Salak,” katanya.

Situs megalitik Cibalay diperkirakan berusia belasan ribu tahun, sebagai situs peradaban manusia cukup tua di dunia.

Wujud situs-situs Cibalay berupa keraton kerajaan pada zaman purba, “Bale Kambang” sebagai tempat musyawarah raja, punden berundak (tempat suci untuk ibadah), bangunan permukiman purba, kursi batu hingga prasasti burung Rajawali.

“Sejak tahun 1820 M ilmuwan asing berbondong-bondong mendatangi Gunung Salak untuk meneliti situs-situs warisan peradaban zaman megalitik,” ujarnya.

Selain kawasan Cibalay, situs megalitik juga ditemukan di puncak Pasir Manggu, Kampung Tenjolaya Kidul, Desa Tapos I.

Jarak dari Situs Cibalay ke Pasir Manggu sekitar 10 kilometer.

Punden berundak Di kawasan Situs Pasir Manggu terdapat beberapa punden berundak yang diduga sebagai tempat ibadah para pemimpin kala itu, tiang pancang 9, hingga prasasti Batu Kuya (Kura-kura).

Kawasan megalitik lainnya terdapat di Kampung Calobak, Desa Tamansari, Kecamatan Tamansari. Berjarak sekitar 20 KM dari Cibalay ke lereng timur Gunung Salak.

Situs Megalitik Calobak berupa punden berundak warisan peradaban zaman purba, yang terletak di puncak Manik, salah satu puncak Gunung Salak.

Jejak peradaban megalitik juga tesebar di Desa Gunung Bunder, Kecamatan Pamijahan, Kampung Cileueur, Desa Sukamaju, Kecamatan Tamansari, dan Kampung Sindangbarang, Kecamatan Tamansari.

Selain itu, terdapat Situs Badigul warisan Kerajaan Pajajaran di kaki timur Gunung Salak, dan Situs Palasari yang terletak di lereng timur.

Sedangkan di lereng selatan, yang masuk wilayah Kabupaten Sukabumi, terdapat Situs Batu Kujang, yang terletak di Desa Ciaat, Kecamatan Cidahu.

“Di Indonesia, hanya Gunung Salak yang memiliki potensi kekayaan wisata antropologi luar biasa, unik, dan beragam,” kata Fahir, alumni S-2 Institut Pertanian Bogor (IPB) itu.

Berbagai potensi kekayaan warisan peradaban megalitik tersebut dapat dikembangkan oleh instansi terkait, dalam hal ini Pemkab Bogor, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta Kementerian Pariwisata, sebagai destinasi wisata antropolgi.

“Ilmuwan dunia yang sudah melakukan riset, dan menyimpulkan bahwa Indonesia adalah peradaban paling kuno di dunia. Keberadaan berbagai situs megalitik di Gunung Salak, kian menguatkan teori bahwa negeri ini sebagai pusat peradaban maju dunia pada masa silam,” ujarnya.

Sementara itu, “Abah Ending”, juru kunci Kawasan Situs Cibalay menambahkan dari berbagai cerita yang diwariskan secara lisan oleh masyarakat Tenjolaya, diterangkan bahwa berbagai situs megalitik yang tersebar di berbagai penjuru kaki, lereng hingga puncak Salak, sebagai warisan awal peradaban umat manusia.

“Masyarakat sekitar Cibalay berkeyakinan, bahwa daerah ini dahulunya sebagai lokasi awal peradaban tidak hanya bagi Indonesia atau Nusantara, melainkan juga dunia,” kata Ending.

Dijelaskannya bahwa dalam bahasa sejarah arkeologi, peradaban sebelum era Masehi disebut sebagai zaman megalitik atau zaman batu.

Namun dalam Islam, disebut sebagai era para nabi, yang dimulai dengan era Nabi Adam AS.

Menurutnya, berbagai potensi dan keunggulan warisan peradaban kuno yang dimiliki Gunung Salak, merupakan kelebihan yang bisa dijadikan sebagai modal untuk mengembangkan kawasan wisata antropologi dunia.

“Sekarang sudah banyak turis asing yang mengunjungi kawasan Cibalay dan sekitarnya. Bila dikembangkan secara lebih konseptual dengan promosi yang lebih baik, kawasan Gunung Salak dapat menjadi destinasi unggulan wisata antropologi,” demikian kata Abah Ending.

Artikel ini ditulis oleh: