Jakarta, Aktual.com — Alex Usman, selaku Kepala Seksi Prasarana dan Sarana pada Suku Dinas Pendidikan Menengah Kota Administrasi Jakarta Barat, didakwa telah memperkaya diri sendiri, orang lain ataupun korporasi dalam proyek pengadaan 25 Uninterruptible Power Supply (UPS) untuk 25 sekolah SMA atau SMKN pada Suku Dinas Menengah Kota Administrasi Jakarta Barat, yang anggarannya dialokasikan dalam APBD-Perubahan DKI Jakarta tahun anggaran 2014.

Menurut jaksa penuntut umum, Tasjrifin Halim perbuatan tersebut dilakukan Alex, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), bersama dengan anggota Komisi E DPRD DKI, Fahmi Zulfikar Hasibuan serta Direktur Utama PT Offistarindo Adhiprima, Harry Lo. Pasalnya, anggaran pengadaan 25 UPS itu tidak pernah dianggarkan dalam APBD DKI 2014.

Oleh karena itu, Alex dan Harry meminta bantuan kepada Zulfikar, yang juga menjabat sebagai anggota Badan Anggaran DPRD DKI, agar memperjuangkan anggaran pengadaan UPS tersebut. Demi terealisasikannya proyek UPS, Zulfikar meminta komisi sebesar 7 persen, dari nilai total proyek. Adapun total harga satuan UPS adalah senilai Rp 6 miliar.

“Supaya UPS dapat dijadikan sebagai barang pengadaan di Sudin Dikmen Kota Administrasi Jakarta Barat maka pada awal Juli 2014 Alex dan Harry melakukan beberapa kali pertemuan yang pertama bertempat di Hotel Redtop dengan Zulfikar. Kemudian dalam pertemuan tersebut Zulfikar menyanggupi akan memperjuangkan anggaran pengadaan UPS. Jika anggaran UPS berhasil, Zulfikar meminta 7 persen sebagai ‘fee’ dari pagu anggaran sebesar Rp 300 miliar, dan dari permintaan komitmen ‘fee’ dari pagu anggaran UPS tersebut Harry menyetujuinya,” papar Jaksa Tasjrifin, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (29/10).

Selanjutnya, untuk memindak Lanjuti pertemuan di Hotel Redtop, Zulfikar meminta bantuan kepada M Firmansyah, Ketua Komisi E DPRD DKI. Keduanya lantas mengajukan pengadaan UPS untuk SMAN dan SMKN pada Sudin Dikmen Kota Administrasi Jakarta Barat dan Jakarta Pusat. Lantaran Zulfikar dan Firmansyah merupakan anggota Banggar DKI, akhirnya anggara UPS pun disetujui dan dituangkan dalam APBD-P DKI tahun anggaran 2014.

“Bahwa pengadaan UPS untuk SMAN/SMKN pada Sudin Dikmen Kota Administrasi Jakarta Barat tahun 2014 telah dianggarkan dalam APBD-P 2014 sebanyak 25 kegiatan dan anggarannya sejumlah Rp 150 miliar,” beber Jaksa.

Setelah anggaran UPS berhasil dianggarkan dalam APBD-P DKI 2014, selanjutnya Alex dan Harry kembali bekerjasama dalam proses pelelangan agar, perusahaan yang mereka bawa bisa mendapatkan proyek tersebut. Pada akhirnya, panitia lelang menunjuk tiga perusahaan yakni PT Offistarindo Adhiprima, PT Duta Cipta Artha dan CV Istana Multimedia Center, sebagai distributor UPS. Meskipun pada akhirnya, ketiga perusahaan distributor itu mensubkontrakan kembali pengadaan UPS tersebut.

PT Offistarindo mensubkontrakan 9 unit UPS kepada 9 perusahaan, dengan total pembayaran sesuai kontrak sebesar Rp52.225.502.775. PT Duta Cipta mensubkontrakan 8 unit UPS kepada 8 perusahaan dengan nilai pembayaran Rp41.733.493.790. Sedangka CV Istana multimedia mensubkontrakan 9 unit UPS kepada 9 perusahaan sejumlah Rp36.537.593.047. Semua nominal tersebut bukan merupakan harga riil, sehingga terdapat selisih.

“Sebagian selisih tersebut adalah ‘fee’ untuk anggota DPRD DKI, sebagaimana kesepakatan dalam pertemuan di Hotel Redtop sebesar 7 persen atau Rp21 miliar,” ungkap Jaksa. Sedangkan ‘komisi’ untuk Alex adalah Rp4 miliar.

Atas perbuatan tersebut, Alex diancam hukuman pidana maksimal seumur hidup, sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, yang diubah ke dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby