Jakarta, Aktual.com —  Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) meminta Bank Indonesia (BI) membuat regulasi yang dapat mendorong industri perbankan menurunkan suku bunga untuk menghindari kartel di antara bank nasional.

“Kami menggandeng OJK, sekaligus meminta BI mendorong supaya regulator membuat bank mau menurunkan suku bunga,” kata Ketua KPPU Pusat Muhammad Syarkawi di Batam Kepulauan Riau, Jumat (7/8).

KPPU mensinyalir telah terjadi kartel di antara sejumlah bank nasional yang menyebabkan suku bunga tinggi dan persaingan tidak sehat. Ia menduga sejumlah bank sepakat untuk meningkatkan suku bunga bank. Apalagi di antara 119 bank di Indonesia, aset modal didominasi empat bank besar yaitu Bank Mandiri, BCA, BRI dan BNI.

“Karena industri terlampau didominasi segelintir bank. Bank-bank itu menguasai 30-35 persen aset nasional,” kata dia.

Ia merinci, sebanyak 14 bank, termasuk empat bank yang dominan, menguasai 80 persen aset nasional. Artinya, 105 bank lainnya hanya memiliki peranan 20 persen dari aset nasional.

Bila dihitung dari kredit, total kredit nasional mencapai Rp4.000 triliun, sebanyak Rp3.200 triliun disalurkan 14 bank besar, dan hanya Rp800 triliun yang tersebar di 105 bank.

“Situasi yang sangat terkonsentrasi. Industri seperti itu membuat persaingan rendah. Harga jadi lebih tinggi, bunga jadi tinggi,” kata dia.

“Jangan-jangan yang sedikit ini melakukan persengkokolan. Apalagi tiga terbesar BUMN,” kata dia menduga.

Jika saja BI membuat regulasi yang mengatur penurunan suku bunga, terutama di empat bank besar, maka ia percaya, bank-bank lain akan ikut menurunkan suku buka.

“Karena mereka ‘market leader’ panutan bank lain,” kata dia.

MEA Ia mengatakan tingginya suku bunga bank, yang diduga terjadi akibat kartel, membuat industri dalam negeri tidak dapat bersaing dengan industri negara ASEAN lainnya.

KPPU mencatat, dibanding negara ASEAN lain, suku bunga Indonesia tertinggi. Dengan begitu, artinya biaya modal yang harus dikeluarkan pelaku usaha juga lebih tinggi, sehingga harga jual ke pasar juga lebih mahal.

Karena harga produksi dalam negeri lebih mahal ketimbang produk sejenis dari negara jiran, maka dikhawatirkan kalah bersaing.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka