PM Israel Benjamin Netanyahu (Ant.)

Jerussalem, Aktual.com – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Rabu (26/10) memutuskan untuk memanggil duta besarnya untuk Organisasi Pendidikan, Sains dan Kebudayaan PBB (UNESCO), guna memprotes pengutukan organisasi itu terhadap kebijakan Israel di tanah suci Jeruslem Timur.

Kantor Perdana Menteri Israel menyatakan Netanyahu akan memanggil Duta Besar Israel untuk UNESCO Carmel Shama “untuk diajak berkonsultasi”, demikian laporan Xinhua –yang dipantau di Jakarta, Kamis (27/10) siang.

Keputusan itu diambil setelah dua pemungutan suara di UNESCO selama dua pekan belakangan, keduanya mengutuk agresi Israel yang meningkat terhadap umat Muslim yang beribadah di Kompleks Masjid Al-Aqsha.

Tempat di puncak bukit tersebut dikenal oleh umat Muslim dengan nama Al-Haram Asy-Syarif, dan orang Yahudi menamakannya Bukit Knisah.

Israel sangat marah dengan resolusi itu, dan menuduhnya menolak hubungan agama Yahudi dengan lokasi tersebut sebab resolusi itu merujuk tempat tersebut hanya dengan nama Islam.

Pada Jumat lalu (21/10), Israel membekukan semua hubungan profesionalnya dengan UNESCO. “Setiap keikut-sertaan Israel akan dihentikan. Takkan ada pertemuan dengan pejabat UNESCO atau keikut-sertaan dalam berbagai konvensi internasional, atau setiap kerja sama profesional lain dengan organisasi itu,” kata Menteri Pendidikan Isrel Naftali Bennett di dalam satu pernyataan yang disiarkan oleh kantornya.

Di Ramallah, seorang pejabat Palestina menyambut baik resolusi UNESCO tersebut. Juru Bicara Presiden Palestina Nabil Abu Rudeinah mengatakan di dalam satu pernyataan bahwa pemungutan suara itu memperlihatkan kegiatan Israel di Jerusalem merupakan penciptaan status quo kekacauan dan ketidak-stabilan.

Tempat yang menjadi sengketa, yang diduduki Israel dari Jordania dalam Perang Timur Tengah 1967, telah berada di bawah pengawasan bersama Israel dan Jordania setelah kesepakatan perdamaian 1994.

Rakyat Palestina berusaha mengumumkan Jerusalem Timur, termasuk Masjid Al-Aqsha, sebagai ibu kota negara mereka, sementara Israel berkeras Jerusalem yang bersatu adalah ibu kota abadinya.

Jerusalem Timur telah menjadi inti pergolakan dan kerusuhan sejak Oktober 2015, di tengah upaya oleh pegiat sayap-kanan Israel untuk mengubah status quo, yang berlangsung, sehingga memungkinkan orang Yahudi mengunjungi lokasi tersebut tapi bukan beribadah di sana.

Data statistik memperlihatkan kerusuhan selama satu tahun telah menewaskan sedikitnya 230 orang Palestina dan 36 orang Yahudi.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arbie Marwan