Jakarta, Aktual.com – Vaksin measles-rubella (MR) yang baru didegungkan oleh Pemerintahan Joko Widodo menuai perdebatan di tanah air, karena vaksin asal India itu dipertanyakan kehalalannya. Misal, Bangka Belitung dan Provinsi Kepualuan Riau secara terbuka mereka mengeluarkan surat edaran, yang isinya mengimbau agar umat muslim menunda vaksin itu, karena belum adanya sertifikasi kehalalannya.
Belum lagi, delapan sekolah berbasis keagamaan di DI Yogyakarta menolak imunisasi yang merupakan program dari pemerintah ini. Penolakan sekolah itu, karena mereka menilai vaksin yang menjadi program pemerintah Jokowi itu haram. Pelaksanaan imunisasi vaksin ini sebenarnya telah dilaksanakan serentak di 28 provinsi luar Pulau Jawa. Vaksin MR dikampanyekan di Indonesia sejak tahun lalu.
Vaksin MR merupakan produk dari perusahaan vaksin asal India, yaitu Serum Institute of India (SII). Perusahaan produsen vaksin asal Indonesia, PT Bio Farma bertindak sebagai importir, yang kemudian mendistribusikannya di Indonesia untuk keperluan program imunisasi MR dari pemerintah.
Saat ini, di dunia hanya ada tiga negara yang sudah bisa memproduksi vaksin MR secara mandiri, yaitu Jepang, China dan India. Sementara, vaksin MR produksi asal Jepang, saat ini hanya cukup untuk kebutuhan dalam negerinya saja dan tidak melayani penjualan ke luar negeri.
Sedangkan vaksin MR produksi China belum memenuhi persyaratan dari Badan Kesehatan Dunia (WHO). Nah, hanya vaksin buatan SII ini disebut sudah memiliki persyaratan yang lengkap. Perlu diketahui bahwa vaksin MR dari ketiga negara tersebut belum ada yang memiliki sertifikasi halal dari MUI.
Alhasil, beberapa daerah di Indonesia menghentikan penggunaan vaksin MR buatan SII tersebut. Bio Farma disini bertindak sebagai distributor tak mengupayakan agar SII meregistrasikan sertifikasi halal produknya.
Kendati demikian, Bio Farma terus mendorong SII untuk mendaftarkan sertifikasi halal produknya sejak 2017 lalu. Sebenarnya Bio Farma bisa saja membantu mendaftarkan sertifikasi halal vaksin MR asal India ini, dengan syarat memiliki dokumen terkait komponen vaksin ke BPOM atau LPPOM MUI.
Tapi secara logika, SII tentu tidak akan memberikan “resep rahasia” vaksin MR miliknya kepada Bio Farma yang merupakan sesama produsen vaksin. Dalam pertemuan antara Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek dan MUI pada Jumat (3/8) dihasilkan solusi untuk melanjutkan kampanye imunisasi MR di 28 provinsi luar Pulau Jawa ini.
Caranya, Menkes atas nama negara harus menyurati SII untuk meminta dokumen-dokumen terkait komponen dalam kandungan vaksin MR ini. Itu dilakukan demi kepentingan pemeriksaan unsur kehalalan di LPPOM MUI.
Jika LPPOM MUI sudah melakukan pemeriksaan unsur kehalalan, dengan demikian Komisi Fatwa MUI akan menerbitkan fatwa khusus tentang status kehalalan vaksin MR. Meski sudah melakukan pertemuan dengan MUI, nyatanya Menkes tetap akan melakukan imunisasi kepada anak-anak bangsa.
“Kami tetap melakukan imunisasi meskipun masih terhambat isu sertifikasi halal ini. Kami tetap menjalankannya untuk melindungi masyarakat dari penyakit,” klaim Nila saat di Gedung MUI Jakarta Pusat, Jumat 3 Agustus 2018.
Untuk itu, Menkes akan membantu masalah sertifikasi tersebut dengan mengirimkan surat pada produsen vaksin MR ini. “Kemenkes akan menyurati serum institut of India untuk menanyakan sekali lagi bahan yang sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun lalu, tapi masih dalam proses,” lanjut dia.
Hingga sampai saat ini, MUI belum mengeluarkan sertifikat halal untuk vaksin imunisasi MR, yang tengah menjadi kontroversi. Belum adanya permintaan dari Kemenkes untuk melakukan uji halal vaksin imunisasi MR ke Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika MUI. LPPOM menjadi cikal bakal kenapa vaksin ini dilarang.
“Semestinya jauh-jauh hari ada pengajuan surat pada MUI terutama LPPOM untuk diperiksa vaksin ini tapi suratnya enggak pernah masuk. Bagaimana menindaklanjuti?” ujar Sekretaris Jenderal MUI Anwar Abbas di Kantor MUI, Jakarta, Senin 6 Agustus 2018.
Akibat belum adanya pengajuan, MUI mengatakan vaksin imunisasi MR belum halal. Oleh karena itu, MUI mendorong agar Kemenkes segara melayangkan surat permintaan pengkajian. MUI, kata Anwar, sudah menyurati Kemenkes.
Surat itu ditindaklanjuti oleh Menkes yang datang ke kantor MUI. Kedua belah pihak sepakat agar vaksin imunisasi MR diteliti dan diperiksa. Namun, hingga Senin, MUI mengaku belum mendapatkan surat permintaan pengkajian dari Kemenkes.
MUI sejauh ini tidak pernah menghambat permintaan pengkajian halal yang masuk ke LPPOM. “MUI nunggu. Kalau masuk hari ini, kami selesaikan secepatnya. Tetapi mana suratnya?” kata dia.
MUI dalam hal ini menyesalkan sikap Kemenkes yang susah menyuntikkan vaksin MR yang belum mendapatkan sertifikat halal kepada masyarakat. Padahal, kata dia, bagi umat Islam harus tunduk dan patut pada ajaran agama yakni tidak mengkonsumsi yang haram. Sementara itu vaksin imunisasi MR belum jelas halal dan haramnya.
Semantara, Menkes menambahkan, proses sertifikasi sedang dilakukan. “Belum. Belum keluar serifikat halal dari mereka. Tetapi prosesnya apa yang dimintakan sudah kami kerjakan,” kata Nila di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa 7 Agustus 2018.
Dokumen untuk kebutuhan sertifikat halal vaksin MR juga, lanjut dia, harus disiapkan langsung oleh sang produsen, yakni SII. Kemenkes pun sudah mengirimkan surat kepada SII yang berisi permintaan agar mereka menyiapkan dokumen terkait dan mengirimnya ke MUI.
“Saya sudah kirim surat ke SII dan kita menunggu jawaban. Saya juga tentu meminta WHO mengatakan kita punya masalah seperti ini, supaya bisa, bukan menekan sih, artinya meminta betul dari SII ini untuk membantu,” kata Nila.
Proses sertifikasi halal vaksin MR ini diharapkan berlangsung cepat. Kendati demikian, ia juga tidak bisa memberikan tenggat waktunya. Sambil menunggu proses sertifikasi selesai, menurut dia, Kemenkes akan tetap terus memberikan vaksin MR kepada masyarakat. Namun, ia memaklumi jika ada masyarakat yang menolak. “Tapi bagi yang tidak (menolak) kita jalan terus,” ujarnya.
Baca selanjutnya…
Seberapa Urgensi Virus MR?