Judul Buku : Hari-Hari Rawan di Irak
Penulis       : Dr. Satrio Arismunandar
Tebal          : 359 halaman
Penerbit     : Maret 2016, Rajawali Konsultan
Harga         : Rp. 150.000

Ketika Menko Perekonomian Hatta Rajasa dan Dirut Pertamina sedang melakukan tugas negara ke Irak, dan mengunjungi KBRI di Baghdad, terjadi ledakan yang sampai memecahkan beberapa kaca jendela kantor KBRI.

Namun, sang dubes, Letjen TNI Marinir (Purn.) Safzen Noerdin, dengan tenang menjawab pertanyaan para tamu pentingnya dari Jakarta, bahwa suara keras tersebut bukan sebuah ledakan. “Itu hanya hempasan pintu kami yang terlalu keras,” jawab Safzen dengan meyakinkan. Dan, para tamunya pun tenang kembali.

Menjadi seorang Dubes di daerah rawan konflik, memang seperti “menghitung hari” akan datangnya sebuah serangan militer entah dari mana. Terlebih, Irak, setelah tumbangnya rezim Saddam Hussein, masih dihantui dengan perang di dalam negeri yang berkepanjangan. Belum lagi dengan kemunculan ISIS yang terus menebar teror di berbagai penjuru kota.

Kondisi kerawanan Irak inilah yang kemudian dikemas menjadi sebuah buku tentang Dubes RI di Irak Safzen Noerdin selama bertugas di sana (2012-2015), dengan judul “Hari-Hari Rawan di Irak.” Buku dengan ketebalan 350 halaman ini ditulis oleh wartawan Satrio Arismunandar, yang juga pernah melakukan perjalanan reportase ke Irak saat negeri dengan julukan 1001 malam ini diserbu oleh AS beserta sekutunya tahun 1991.

Safzen memang bukan sosok diplomat. Ia lebih dikenal di Tanah Air sebagai prajurit tempur dari kesatuannya: Marinir di TNI AL. Diakuinya dalam buku ini, bahwa mulanya ia keberatan dengan penugasan ini. Tetapi setelah diberi penjelasan bahwa Presiden langsung yang menginstruksikan (ketika itu SBY), maka pantang bagi seorang prajurit mariner mengatakan “tidak siap” untuk mengemban tugas negara.

Marsekal (Purn.) Djoko Suyanto, saat Safzen ditugaskan sebagai dubes, menjabat sebagai Menkopolhukam. Dia-lah yang memberi tugas kepada Safzen, menjalankan perintah Presiden. Saat buku ini diluncurkan di Graha Marinir, Jakarta (30/3), Djoko Suyanto yang juga mantan Panglima TNI, sangat gembira melihat Safzen kembali dengan selamat dari penugasan di Irak dan kini membuat laporannya dalam bentuk buku.

“Ini juga yang membuat Pak SBY sangat senang, karena Safzen akhirnya menuliskan pengalamannya dalam bentuk buku. Ini yang spesial ditunggu oleh Pak SBY. Salam dari Pak SBY,” kata Djoko Suyanto saat memberikan sambutan di acara Syukuran dan Peluncuran buku, yang juga dihadiri oleh dua mantan Panglima TNI (Laksamana Widodo AS dan Laksamana Agus Suhartono).

Dari pihak Kementerian Luar Negeri, hadir Wakil Menteri Luar Negeri A.M. Fachir di acara ini. Fachir begitu gembira ketika diberi kesempatan berbicara, dengan mengatakan bahwa harapannya para dubes lainnya juga melakukan hal serupa seperti Safzen, dengan mengulas pengalamannya selaku dubes di sebuah buku.

Fachir yang beberapa kali mengunjungi daerah rawan seperti Irak, mengakui betapa sulit dan sangat beresiko mengemban tugas sebagai dubes di sana. Belum lagi persiapan evakuasi staf KBRI dan WNI yang berada di Irak di saat suasana genting. “Saya sudah membuat sejumlah alternatif apabila diperlukan untuk evakuasi melalui jalan darat ke beberapa pos perbatasan. Tapi alhamdulilah selama saya di sana hal ini terjadi,” kenang Safzen.

Di bidang pertahanan, Safzen pernah mengajak Wamenhan Sjafrie Sjamsoeddin bertemu dengan Perdana Menteri sekaligus Menhan Irak Nouri Al-Maliki untuk mempromosikan senapan serbu produk Pindad SS-1, SS-2, dan produk lainnya. Sebaliknya, sejumlah perwira tinggi Irak pun melakukan hal sama ke Indonesia, dengan berkunjung ke Kemhan, Lemhannas, Markas Marinir, Kopassus, Seskoad, Pindad, PT Dirgantara Indonesia, dan lain-lain.

“Sama sekali saya tidak berani bertepuk dada bahwa saya sudah berhasil selama bertugas sebagai Dubes di Irak. Yang saya lakukan lebih daripada bagaimana menyelamatkan KBRI tetap ada dan hubungan bilateral berlangsung baik,” ucap Safzen.

(Anries Tanuradena).

Artikel ini ditulis oleh: