Wajib pajak mengantre sebelum dipanggil menuju bilik tax amnesty di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Jumat (31/3). Untuk hari terakhir ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan akan membuka pelayanan pengampunan pajak (tax amnesty) hingga pukul 24.00. AKTUAL/Tino Oktaviano
Wajib pajak mengantre sebelum dipanggil menuju bilik tax amnesty di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Jumat (31/3). Untuk hari terakhir ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan akan membuka pelayanan pengampunan pajak (tax amnesty) hingga pukul 24.00. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan memastikan penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2017 tidak berlaku bagi masyarakat yang memiliki penghasilan dibawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

“Hal ini sesuai dengan semangat rekonsiliasi dan sejalan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2016,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (20/9).

Hestu menjelaskan dalam peraturan Dirjen Pajak tersebut masyarakat yang memiliki penghasilan dibawah PTKP antara lain mempunyai penghasilan rendah seperti profesi petani dan nelayan serta pensiunan yang penghasilannya hanya berasal dari uang pensiun.

Selain itu, PP ini juga tidak berlaku bagi masyarakat yang memiliki penghasilan yang berasal dari warisan atau hibah yang sudah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) pewaris atau pemberi hibah.

Sebelumnya, pemerintah menerbitkan PP Nomor 36 Tahun 2017 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan atas Penghasilam Tertentu Berupa Harta Bersih yang Diperlakukan atau Dianggap Sebagai Penghasilan, dan telah berlaku sejak 6 September 2017.

Hestu mengatakan penerbitan PP ini merupakan tindak lanjut dari penerapan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 mengenai Pengampunan Pajak dan konsekuensi lanjutan dari penerapan program amnesti pajak yang telah berakhir pada akhir Maret 2017.

Ia menjelaskan peraturan ini akan diberlakukan terhadap tiga jenis kategori Wajib Pajak yaitu peserta program amnesti pajak yang belum melaporkan seluruh harta dalam Surat Pernyataan Harta (SPH) dan peserta program amnesti pajak yang gagal melaksanakan komitmen repatriasi atau investasi dalam negeri.

Selain itu, peraturan ini juga berlaku kepada para Wajib pajak yang bukan peserta amnesti pajak dan belum mengungkapkan seluruh harta yang harus disampaikan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan.

“PP ini memberikan rasa keadilan bagi WP yang sudah melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar, termasuk bagi peserta amnesti pajak, melalui pemerataan beban pajak kepada WP yang belum melaksanakan kewajiban pajak dengan benar dan tidak mengikuti amnesti pajak,” tutur Hestu.

Skema tarif pajak penghasilan final yang dikenakan kepada tiga jenis kategori Wajib Pajak tersebut adalah sebesar 25 persen untuk kelompok Wajib Pajak Badan dan sebesar 30 persen untuk Kelompok Wajib Pajak Orang Pribadi.

Namun, DJP mengenakan tarif pajak penghasilan final yang lebih ringan yaitu sebesar 12,5 persen bagi kelompok Wajib Pajak Badan maupun Orang Pribadi yang memenuhi persyaratan.

Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tersebut antara lain memiliki penghasilan bruto dari usaha atau pekerjaan bebas hingga Rp4,8 miliar serta mempunyai penghasilan bruto selain dari usaha atau pekerjaan bebas hingga Rp632 juta.

Selain itu, Wajib Pajak itu mempunyai penghasilan bruto selain dari usaha atau pekerjaan bebas hingga Rp632 juta, dan dari usaha atau pekerjaan bebas, yang secara total jumlah penghasilan bruto dari keduanya paling banyak sebesar Rp4,8 miliar.

“Penerapan tarif ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa WP tersebut masih perlu dibina dan dikembangkan, tanpa dibebani pajak yang tinggi,” kata Hestu.

ANT

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Arbie Marwan