Jakarta, aktual.com – Tuhanku, Sekiranya aku tak meyakini-Mu, entah bagaimana bisa jadi penyintas. Jalan panjang yang kulalui tak selamanya datar dan lempang. Lebih sering terjal, licin dan berliku.
Saat tubuhku berjalan gontai, terpeleset dan jatuh, sedang uluran tangan tak mudah dijangkau, aku masih bisa menyeru-Mu sebagai juru penolong. Kejatuhan tak membuatku patah, pecah-belah; sekadar terpelanting, melengkung dan kembali tegak berdiri.
Tatkala jalan ke depan kelam, tak jelas kemana mengarah, sandaranku tinggal mengikuti ayat-ayat petunjukmu, bahwa laku baik, pengendalian dan penyerahan diri adalah jalan menuju alamat yang benar.
Begitu pun tatkala kehidupan bangsa ini dirundung musibah dan masalah, sedang obat mujarabnya tak mudah diraih, aku masih belum habis pengharapan. Bahwa karunia kasih-Mu lebih kaya dari perhitungan di atas kertas.
Ya Tuhan, selamatkan kami. Lautan negeri ini luas dan ombaknya ganas menerjang. Bahtera kami oleng, penumpangnya mabuk tak sadar bahaya, sebagian lain cemas berhamburan tak tentu arah. Sedang awak kapal sang penjaga limbung dirundung kekagetan ketidaksiapan.
Atas berkat rahmat-Mu bangsa ini berulang kali lolos dari kemelut sejarah. Kali ini pun, setelah ikhtiar segala cara dicoba, kami tawakal meyakini-Mu juru selamat. Kepada-Mu kami berserah diri, dan kepada-Mu kami memohon pertolongan. Amien!
(Yudi Latif)
Artikel ini ditulis oleh:
Eko Priyanto