Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan keterangan Pemerintah pada Rapat Paripurna ke-21 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2024-2025 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/7/2025). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/rwa/aa.

Jakarta, aktual.com – Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang tinggi pada tahun 2026, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa Indonesia memerlukan tambahan investasi baru setidaknya sebesar Rp 7.500 triliun.

Ia menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi sangat bergantung pada peningkatan investasi. “Pertumbuhan ekonomi tinggi tidak mungkin tercapai tanpa pertumbuhan investasi yang signifikan. Komponen investasi menyumbang 30% terhadap PDB, sehingga harus tumbuh 5,9% year-on-year,” jelas Sri Mulyani dalam Sidang Paripurna DPR, Selasa (1/7/2025).

Salah satu andalan pemerintah untuk menarik investasi adalah Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), yang fokus pada sektor-sektor strategis bernilai tambah tinggi. Lembaga ini ditargetkan untuk menyerap investasi, baik dari dalam maupun luar negeri, secara masif.

Tak hanya investasi, konsumsi rumah tangga juga menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi karena kontribusinya sekitar 55% terhadap PDB. Pemerintah pun menargetkan pertumbuhan konsumsi sebesar 5,5% dengan berbagai langkah, di antaranya:

  • Perluasan lapangan kerja
  • Menjaga daya beli masyarakat
  • Pengendalian inflasi
  • Penyaluran bantuan sosial dan subsidi energi

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi salah satu inisiatif yang diharapkan memberi dampak ganda. Program ini tidak hanya menciptakan rantai pasok daerah, tapi juga membuka lapangan kerja hingga 1,7 juta orang. MBG juga akan dilengkapi dengan:

  • Pembangunan 80 ribu Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih
  • Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk 2,3 juta debitur
  • Berbagai bantuan sosial seperti PKH, kartu sembako, dan subsidi upah

“Jika konsumsi dan investasi digabung, kontribusinya mencapai 85% terhadap pertumbuhan ekonomi nasional,” ujar Menkeu.

Sri Mulyani juga menekankan pentingnya peran sektor swasta dalam mewujudkan target tersebut. Kolaborasi antara pemerintah, BUMN, Danantara, dan sektor swasta menjadi keharusan. “Pemerintah mendukung melalui regulasi yang kondusif dan stabilitas makro yang terjaga,” katanya.

Keterlibatan sektor swasta sangat dibutuhkan dalam mendanai proyek-proyek infrastruktur, ekonomi hijau, dan transformasi digital guna menunjang pertumbuhan inklusif serta berkelanjutan.

Dalam aspek perdagangan luar negeri, hilirisasi tetap diandalkan untuk mendorong ekspor. Target pertumbuhan ekspor ditetapkan sebesar 6,8%, meskipun menghadapi tantangan dari tren proteksionisme global. “Target ini cukup menantang, mengingat proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada 2026 hanya sekitar 2,4% menurut Bank Dunia dan 3% menurut IMF,” ucapnya.

Sektor produksi juga menjadi perhatian, khususnya industri pengolahan yang menyumbang sekitar 19% dari PDB. Pemerintah ingin mendorong pertumbuhan sektor ini hingga 5,3% melalui investasi, inovasi, dan peningkatan produktivitas.

Sektor perdagangan besar dan eceran yang menyumbang 13,2% terhadap PDB ditargetkan tumbuh 5,7%, sedangkan sektor informasi dan komunikasi yang berkontribusi 4,4% terhadap PDB ditargetkan tumbuh tinggi sebesar 8,3% seiring dengan ekspansi data center dan ekonomi digital.

Dalam kerangka makroekonomi, pemerintah mengusulkan target pertumbuhan ekonomi 2026 dalam kisaran 5,2% hingga 5,8% year-on-year. Beberapa fraksi DPR memberikan masukan dengan usulan yang lebih tinggi:

  • Fraksi Gerindra mengusulkan target 6,3%
  • Fraksi PKB mengusulkan 6%
  • Fraksi Golkar mendorong batas atas, yakni 5,8%

Ketiga fraksi tersebut berharap agar target jangka panjang, yaitu pertumbuhan ekonomi 8% pada tahun 2029, bisa tercapai.

“Pemerintah memiliki semangat yang sama untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas,” tutup Menkeu Sri Mulyani.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain