Jakarta, Aktual.co — Wacana partai yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) di DPR untuk mengamandemen 122 Undang-Undang yang pro asing mendapat apresiasi dari berbagai kalangan.
“Saya apresiasi untuk melakukan itu (amandemen UU yang Pro Asing),” kata Koordinator tim advokasi dan investigasi Forum Indonesia untuk Transparasi Anggaran (Fitra), Uchok Sky Khadafi, saat dihubungi, Selasa (18/11) pagi.
Akan tetapi, dia ragu jika para politikus di Senayan itu akan benar-benar menjalankan niat baik tersebut. Sebab, kata dia, selama ini Partai Politik melalui fraksi mereka di DPR yang juga menyetujui UU tersebut.
“Jadi saya ragu, (DPR) mau melakukan amandemen,” kata dia.
Bahkan dirinya menilai DPR kubu oposisi hanya “gertak sambal”, sebab hingga saat ini belum ditentukan UU apa saja yang akan diamandemen. Dirinya pun menantang agar UU yang pro asing segera diamandemen.
“(DPR) sok-sok nasionalis saja. Kalau ingin amandemen UU yang anti asing, DPR-nya berubah dulu, bukan seperti politikus sekarang, niat tidak pernah tulus. Jadi, nonsens melakukan amandemen UU yang pro asing,” kata dia.
Sebelumnya, UU Tentang Penanaman Modal akan diamandemen. Hal itu lantaran dalam UU tersebut menyebut adanya perlakuan setara antara pemodal lokal dengan pemodal asing. 
Hal itu yang membuat kedudukan modal asing menjadi semakin dominan atas Indonesia. Aturan perlakuan sama tersebut menghambat kemampuan perkembangan industri nasional. Padahal, Indonesia masih dalam tahap negara berkembang yang berupaya meningkatkan kemampuan dalam negeri.
UU No. 25 Tahun 2007 Pasal 6 ayat (1) yang menyebut, pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada semua penanam modal yang berasal dari negara mana pun yang melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bahkan, pada bagian penjelasannya, pasal ini menyebutkan perlakuan yang sama adalah pemerintah tidak membedakan perlakuan terhadap penanam modal yang telah menanamkan modalnya di Indonesia. Perlakuan sama itu berkaitan dengan fasilitas yang berhak didapat penanam modal.
Bentuk fasilitas yang diberikan kepada penanaman modal misalnya pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu, pembebasan atau penangguhan PPN atas impor barang modal atau mesin, keringanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Selain itu, bentuk fasilitas lain yang dapat diterima asing diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal di Daerah.
Bentuk insentif dapat berupa pengurangan, keringanan, atau pembebasan pajak daerah, pengurangan, keringanan, atau pembebasan retribusi daerah, pemberian dana stimulan, dan/atau pemberian bantuan modal.
“Masih dikaji. Tapi, UU yang pro terhadap asing pasti akan diamandemen. Jangan sampai negara dirugikan,” kata Sekretaris fraksi Partai Golkar di DPR, Aditya Anugrah Moha, saat dihubungi, Rabu (12/11).
Selain UU No. 25 Tahun 2007 Pasal 6 ayat (1) itu, UU Perbankan juga akan dirombak. Bahkan, Komisi XI DPR RI akan segera mengadakan rapat dengan Otoritas Jasa Keuangan terkait UU Perbankan.
Sebab, menurut Ketua Komisi XI DPR Fadel Muhammad, UU Perbankan saat ini memberi kebebasan kepada asing dan kurang membuka peluang kepada anak bangsa dalam membuka dan menjalankan usaha di bidang perbankan.
“Kami tidak mau devisa bebas seperti sekarang ini. UU Perbankan juga harus dirombak dalam waktu cepat sehingga memperketat asing menanamkan usaha dibidang perbankan dan membuka kesempatan kepada anak bangsa untuk menjalankan usaha itu,” kata dia.
Seperti diketahui, rencana mengamendemen undang-undang itu pertama kali diungkap oleh Ketua Presidium Koalisi Merah Putih, Aburizal Bakrie saat berpidato dalam silaturahmi dan orientasi anggota DPR RI periode 2014-2019 di Hotel Sultan, Jakarta.
Saat itu, Ical menyebut ada 122 undang-undang yang harus ditinjau kembali agar bisa mengubah demokrasi Indonesia menjadi berasaskan Pancasila.
Pernyataan Ical disambut baik oleh Ketua DPR Setya Novanto. Dia mendukung rencana Koalisi Merah Putih untuk merevisi ratusan undang-undang. Menurut Setya, UU yang ada saat ini masih perlu disinkronisasi dan diharmonisasi oleh pemerintah dan DPR.
“Ini masukan yang bagus (merevisi 122 undang-undang), karena di dalam undang-undang yang ada, perlu adanya perhatian,” kata Setya di Gedung DPR, Jakarta, Kamis 9 Oktober 2014.
Politikus Partai Golkar itu menjelaskan, dalam satu tahun DPR bisa menghasilkan 20 sampai 30 undang-undang. Namun, undang-undang yang dihasilkan itu, sebagian akhirnya dimentahkan oleh Mahkamah Konstitusi.
“Ke depan kita akan teliti lebih lanjut, akan kita kaji. Nanti Baleg (Badan Legislasi) akan melakukan sinkronisasi dan koordinasi. Ini masukan yang bagus. Karena undang-undang sekarang betul-betul perlu ada sinkronisasi dan harmonisasi,” kata dia. 

Artikel ini ditulis oleh: