Jakarta, Aktual.com — Sebuah tradisi baru dimulai oleh Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, anggota Fraksi Gerindra di DPR RI. Sebelum  memasuki masa cuti bersalin, dari tanggal 1 September sampai dengan tanggal 30 November 2015, dirinya memutuskan untuk menyelenggarakan pertemuan tentang perkembangan Komisi VIII.

“Saya memang harus cuti untuk mempersiapkan dan proses kelahiran bayi pertama saya. Tetapi tidak ada cuti untuk tetap memberi perhatian dan memikirkan masalah sosial di tengah bangsa ini,” ujar Sara dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Sabtu (5/9).

Perhatiannya tentang masalah-masalah sosial ini sudah lama digelutinya. Bahkan kerisauannya karena sering kali bersentuhan dengan masalah dan korban kekerasan, utamanya dari kalangan perempuan dan anak, Sara mendirikan Yayasan Parinama Astha yang berkonsentrasi pada penanggulangan tindak pidana perdagangan orang.

Sebagai bagian dari partai yang memelopori penyusunan RUU Penyandang Disabilitas, Sara berkomitmen penuh untuk memastikan bahwa naskah RUU tersebut sudah akan sampai di meja Badan Legislatif DPR RI sesegera mungkin. Pembicaraan dan pembahasan untuk RUU Penyandang Disabilitas dilakukan dengas sangat serius, detil, bahkan tanpa mengenal waktu.

“Saya dan beberapa rekan-rekan anggota di Komisi VIII, terutama yang berada di Panja RUU Disabilitas, berkomitmen penuh untuk menghasilkan RUU yang dapat diimplementasikan dengan baik dan membantu komunitas penyandang disabilitas,” papar Sara.

“Komunitas Disabilitas tidak butuh dikasihani. Saya yakin bahwa penyandang disabilitas sesungguhnya adalah orang-orang dengan kemampuan yang berbeda namun tetap berkarya dan mampu punya harga diri. Yang mereka butuhkan adalah kesempatan dan kepercayaan untuk membuktikan bahwa, seperti Presiden Abdurrahman Wahid, akan semakin banyak lagi penyandang disabilitas yang mengukir prasasti luar biasa,” tambah Sara.

Mengenai masalah kebijakan pemerintah untuk usaha menyejahterakan rakyat, pada dasarnya Sara menyambut positif berbagai inisiatif Presiden Joko Widodo. Namun ia tetap mengkritisi implementasi kebijakan-kebijakan yang ada pada saat ini.

“Kebijakan yang positif untuk menyejahterakan rakyat tanpa pendataan yang akurat akan membuat semua kartu-kartu sosial yang disediakan pemerintah menjadi kartu ajaib dalam makna tragis,” ungkapnya.

“Tanpa data yang akurat, tervalidasi maupun terverifikasi, maka semua kartu yang seharusnya menjadi jalan keluar untuk masalah sosial hanya memperburuk situasi karena tidak tepat sasaran, mengakibatkan pemborosan besar-besaran, memantik gesekan horisontal. Pemerataan kesejahteraan hanya menjadi janji-janji kosong,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka