Anggota Komisi VII DPR Novita Hardini dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Kementerian Perindustriam di Jakarta, Kamis (23/1/2025).
Anggota Komisi VII DPR Novita Hardini dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Kementerian Perindustriam di Jakarta, Kamis (23/1/2025).

Jakarta, Aktual.com – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengusulkan peningkatan investasi asing yang mampu menyerap kapasitas produksi domestik sekaligus membuka peluang lapangan kerja baru, seperti di sektor semen.

Anggota Komisi VII DPR Novita Hardini menilai sektor semen hingga kini belum sepenuhnya terintegrasi ke dalam sistem hilirisasi, sehingga investasi strategis di sektor ekonomi berkembang seperti sektor tersebut yang sesuai dengan  Astacita merupakan hal penting.

“Saat ini, over kapasitas produksi semen dan penjualan murah menjadi tantangan besar bagi industri ini. Tanpa hilirisasi yang jelas, kontribusi sektor semen terhadap pertumbuhan ekonomi menjadi terbatas,” ujar Novita dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (23/1).

Menurut dia, investasi asing tidak hanya meningkatkan utilitas pabrik domestik, tetapi juga berkontribusi pada produk domestik bruto (PDB) dan pembangunan berkelanjutan.

Dalam konteks anggaran yang terbatas, ia menekankan perlunya alternatif pendanaan untuk mendukung program pengembangan industri, pendidikan vokasi, dan pemberdayaan Industri Kecil Menengah (IKM), khususnya di daerah pemilihannya.

Novita tak menampik bahwa anggaran yang berkurang memang menjadi tantangan tersendiri, tetapi solusi seperti kolaborasi lintas sektor atau pendanaan alternatif perlu dicari untuk memastikan hilirisasi tetap berjalan dan memberikan dampak nyata bagi masyarakat.

Untuk itu, dia berharap agar pemerintah dapat memberikan perhatian lebih pada penguatan hilirisasi dan pengembangan industri yang berkelanjutan, sehingga pertumbuhan ekonomi yang inklusif dapat terwujud.

Pasalnya, sambung dia, penguatan hilirisasi industri dan pemberdayaan sektor manufaktur masih menjadi tantangan besar untuk mencapai target potensi pertumbuhan ekonomi mencapai 8 persen.

Selain itu, dia menyebutkan terdapat penurunan kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB dari 22 persen menjadi 21 persen sejak 2022.

“Hal ini mengindikasikan perlunya langkah konkret untuk mendorong utilitas sektor manufaktur agar dapat kembali menjadi motor penggerak ekonomi,” ungkapnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Arie Saputra