Jakarta, Aktual.co — Pengacara Komisaris Jenderal Budi Gunawan (BG), Eggi Sudjana mengatakan, ada kelompok di internal kepolisian yang tidak menginginkan BG dilantik menjadi Kapolri. Kelompok itu, diduga melakukan konspirasi dengan oknum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar Jokowi tidak segera melantik Budi Gunawan, meskipun DPR sudah bulat menyetujui untuk segera dilantik menggantikan Sutarman. 
“Suka tidak suka kita harus mengakui bahwa ada perpecahan di tubuh Polri. Bahwa ada yang tidak suka dengan BG terpilih menjadi Kapolri itu benar adanya, dugaan adanya konspirasi juga sah saja. Bukan tidak mungkin itu terjadi,” ujar Eggi kepada wartawan di Jakarta, Kamis (29/01).
Eggi juga mengakui bahwa, dirinya mendapatkan informasi yang saat  ini sudah ramai di pemberitaan terkait kelompok Mantan Kabareskrim  Suhardi Alius dan anak buahnya di Bareskrim Brigjen KR dan dua anak  buahnya Kombes M serta AKBP T, sebagai kelompok yang menyuplai data  pada KPK. Suhardi juga dianggap sebagai Jenderal bintang tiga yang bersaing ketat dengan Budi Gunawan untuk posisi Kapolri. 
“Nama-nama itu tentunya harus segera di periksa oleh Divpropam, dan secepatnya di klarifikasi agar bisa transparan dan terang benderang. Ini demi solidnya kepolisian. Ya terbukti saat diawal-awal Irjen Budi Waseso sampai mengeluarkan pernyataan tegas bahwa jangan sampai dengan pengkhianat di kepolisian,” ujar Eggi.
Begitu juga, lanjutnya, dengan institusi KPK yang harus berani membuka siapa penyuplai data – data yang dianggap layak untuk menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka, satu hari setelah DPR menyetujui Kapolri Baru. 
“Presiden Jokowi sudah menegaskan agar persoalan ini harus transparan. Karena itu KPK juga harus berani buka-bukaan. Jangan asal mengklaim sudah melakukan penyidikan. Disinilah komite etik KPK harus segera dibentuk dan memanggil Abraham Samad. Jangan sampai persepsi adanya konspirasi oknum polri dengan oknum KPK itu benar adanya. Kan kasihan institusinya,” paparnya. 
Eggi juga mendesak agar Divpropam polri memeriksa polisi yang memerintahkan penangkapan komisioner KPK Bambang Widjojanto (BW), yang terkesan tiba-tiba sampai plt Kapolri Badrodin Haiti tidak mengetahuinya. Tentunya, kata Eggi, kasus ini wajib diusut.
“Karena pandangan yang muncul di masyarakat penangkapan BW atas perintah BG. Padahal BG sendiri tidak tahu apa-apa soal penangkapan itu. Polri juga kasihan jadi seakan-akan dendam pada KPK,” terangnya.
Begitupun, dengan pernyataan Plt Sekjend PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto yang menyebut Abraham Samad memiliki syahwat politik menjadi cawapres Jokowi, sampai melakukan penyadapan pada orang-orang di lingkungan partainya.
“Itu penting untuk segera dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Komite etik nantinya harus panggil Hasto. Jangan malah persoalan ini di limpahkan pada Tim Sembilan, yang belum apa-apa sudah memberikan rekomendasi,” ujar Eggi.
Lebih lanjut, Eggy berharap, Jokowi memahami, bahwa BG tetap mempunyai hak untuk dilantik menjadi kepala Polri karena tidak ada satu pun undang-undang yang mengharuskan dia mundur.
“Masyarakat ini banyak yang tidak mengerti. Kalau BG sudah ditetapkan sebagai tersangka, dia tetap punya hak hukum dari presiden dan DPR untuk dilantik menjadi kepala Polri. Hak hukum dia tidak hilang,” kata Eggi.
Begitupun, sebaliknya, kata Eggi, berlaku terhadap Bambang. Bambang  yang telah ditetapkan sebagai tersangka, kata dia, harus mundur dari jabatannya sebagai komisioner KPK. “Pasal 32 ayat 2 Undang-Undang KPK menjelaskan, komisioner yang menjadi tersangka memang harus diberhentikan sementara,” ucap Eggi.
Terkait masalah etika jika Budi dilantik sebagai tersangka, menurut Eggi, hal tersebut tidak perlu dipermasalahkan. Pasalnya, kata dia, etika dan hukum sudah menjadi satu kesatuan. “Hukum terjadi karena ada lima elemen: filosofis, historis, sosiologis, psikologis, dan yuridis. Etika adalah akumulasi dari lima hal ini,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh: