Menko Darmin: Rupiah Menguat Karena Upaya Spekulasi Berhenti
Petugas menghitung uang dolar AS di Kantor Cabang BNI Melawai, Jakarta, Selasa (15/9). Nilai tukar rupiah terpuruk terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menjelang Federal Open Market Committee (FOMC), Selasa (15/9) menyentuh level Rp 14.408 per dolar AS atau melemah 0,52 persen dibandingkan hari sebelumnya Rp 14.333 per dolar AS. ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma/ama/15

Jakarta, Aktual.com — Menguatnya mata uang rupiah beberapa hari terakhir ini dianggap tidak memberikan dampak positif yang baik ekonomi. Pasalnya, penguatan tersebut tidak lebih dari adanya aliran dana masuk dari luar negeri yang dipastikan hanya bersifat sementara.

Ekonom dari Universitas Indonesia (UI), Rizal E Halim mengatakan, kondisi tersebut justru membahayakan ekonomi bangsa Indonesia. Pasalnya ‘Hot Money’ hanya bersifat sementera.

“Iyaa membahayakan karena penguatan rupiah itu karena hot money yang masuk,” ucapnya ke Aktual.com, di Jakarta, Rabu (9/3).

Rizal mengungkapkan, menguatnya rupiah tersebut diprediksi tidak akan bertahan lama.

“Mungkin hanya tiga sampai empat bulan saja,” ungkapnya.

Apalagi, tidak lama kedepan, the fed akan kembali menaikkan suku bunga.

Senada dengan itu, Peneliti dari INDEF, Bhima Yudhistira menyatakan, menguatnya rupiah beberapa hari terakhir ini menjadi peluang bagi Indonesia untuk menarik dana asing masuk ke Indonesia. Namun, menurut Bhima, kondisi tersebut tetap harus disikapi dengan penuh kewaspadaan.

“Tapi perlu dicatat bahwa optimisme juga harus di imbangi dengan kehati-hatian.  Yang jadi persoalan apabila dana asing tiba-tiba ditarik dari Indonesia. Pasalnya the fed akan menaikkan suku bunga lagi,” papar Bhima.

Bhima mengungkapkan, pemerintah tetap harus mengantisipasi terjadinya ‘Sudden capital outflow’. Pemerintah harus sadar bahwa yang dibutuhkan saat ini adalah kebijakan untuk meyakinkan investor bahwa indonesia memang tempat layak investasi

“Kedua harus ada kebijakan capital control agar dana asing bisa lama tinggal di Indonesia bukan sekedar hot money yang pergi tiba-tiba,” ujarnya.

Ketiga, lanjut Bhima, saat ini investor juga masig menunggu realisasi paket ekonomi yang diluncurkan pemerintah. Implementasi paket 1 seperti deregulasi masih belum maksimal.

“Akhirnya paket ekonomi jadi mubazir menarik minat investor,” ungkapnya.

Menurut Bhima untuk capital control tadi kita seharusnya malu dibandingkan thailand yang lebih serius dalam menjaga lalu lintas investasi asing.

“Dana asing di Thailand harus diendapkan di mata uang lokal selama 3 bulan lebih. Hal ini perlu untuk menjaga nilai tukar yang stabil. Sementara saat ini kita terjebak dalam rezim devisa bebas yang membahayakan,” imbuhnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka