Ekonomi dunia boleh melesu, namun bisnis senjata tetap hidup, bahkan cukup bergairah. Potensi industri pertahanan untuk terus tumbuh masih besar. Apalagi di sejumlah titik panas kawasan Timur Tengah, seperti Irak dan Suriah, masih terjadi perang sengit. Sedangkan di kawasan Asia sendiri, konflik Laut China Selatan (LCS) masih menyisakan ketegangan, yang bisa tergelincir ke konflik militer.

Produsen senjata memang sedang mengincar pasar Asia, salah satunya Indonesia. Ketegangan di Asia seperti sengketa LCS memicu naiknya anggaran belanja militer di negara-negara terkait. Ketika penerbangan komersial mulai goyah akibat kelesuan ekonomi, pemesanan pesawat militer malah mencatat rekor terus-menerus dalam beberapa tahun terakhir. Fenomena ini adalah kombinasi dari siklus belanja persenjataan, ditambah dengan meningkatnya ketegangan regional dan ketakutan.

Minggu ini saja, ada dua pameran pertahanan besar di Asia: China Airshow di Zhuhai dan Indo Defence 2016 di Jakarta. Terutama China belakangan sangat berambisi mengembangkan industri militernya untuk menembus pasar ekspor.

Itulah kesan yang terlihat, dengan terselenggaranya pameran industri pertahanan dan keamanan berskala internasional di Indonesia baru-baru ini. Wakil Presiden Jusuf Kalla secara resmi telah membuka pameran Indo Defence 2016 Expo & Forum di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (2/11). Pameran ini akan berlangsung sampai Sabtu (5/11).

Pameran yang dilaksanakan pertama kalinya pada 2004, dan diselenggarakan untuk ketujuh kalinya ini mengangkat tema Bolstering Defence Industri Coorperation: Achieving a Global Maritime Fulcrum and Secure World. Indo Defence adalah ajang promosi bagi produsen peralatan sektor pertahanan dan keamanan internasional. Tahun ini ada 844 peserta dari 45 negara, yang ikut dalam pameran dua tahunan tersebut. Seluruh peserta berasal dari 573 perusahaan asing dan 271 perusahaan dalam negeri.

Dalam acara tersebut, Wapres Jusuf Kalla didampingi Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Ade Supandi, dan Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Agus Supriatna.

Ryamizard Ryacudu berharap, ajang Indo Defence bisa menjadi wadah untuk menjalin kerja sama teknologi pertahanan antarnegara, dan memperkuat poros maritim negara. Ryamizard menyatakan, pada Indo Defence kali ini ada 174 delegasi resmi dari negara sahabat dan 6 Menteri Pertahanan yang hadir, yakni dari Yunani, Ceko, Pakistan, Singapura, Timor Leste, dan Filipina.

Instansi Pemerintah

Instansi pemerintah juga ikut ambil bagian dalam pameran ini. Antara lain: Badan Keamanan Laut (Bakamla), Badan SAR Nasional, BPPT, LIPI, LAPAN, TNI, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Perindustrian.

Perusahaan asing yang ikut memamerkan produknya, antara lain: Airbus, Arsenal, Avibraz, Brahmos Aerospace, Beretta Defence Technologies, Boeing Defence, Space & Security, China Aerospace, Daewoo Ship Building & Marinne Engineering, Damen Schelde, General Dynamics, Lockheed Martin, Norinco, Optix, Rheinmetall, Roketsan, Rosoboronexport, SAAB dan Thales.

Patut dicatat, kehadiran industri pertahanan Rusia yang cukup masif di Indo Defence 2016 juga menunjukkan arti penting pameran ini. Lebih dari 20 perusahaan Rusia memamerkan berbagai produk unggulannya, sekaligus membahas peluang pasokan senjata ke Indonesia selama pameran.

Yang mereka pamerkan, antara lain: model pesawat tempur multiperan Sukhoi Su-35, helikopter serang Ka-52, tank T-90S, kendaraan infanteri BMP-3M, kompleks rudal antipesawat Buk-M2E, kapal selam diesel Proyek 636, dan kapal patroli (fregat) Proyek 11356. Selain itu, Rosoboroneksport bersama pihak Indonesia juga memamerkan replika kendaraan tempur infanteri BMP-3F, yang tergabung ke dalam TNI Angkatan Laut, dalam ukuran riil.

Di Indo Defense 2016, delegasi Rusia ingin mendapat kepastian tentang rencana Indonesia membeli pesawat tempur Sukhoi Su-35, yang sudah diputuskan pemerintah. Sementara para pesaing Rusia juga berupaya mendekati pemerintahan Joko Widodo dengan tawaran-tawaran menarik. Produsen pesawat terkemuka seperti Lockheed Martin dari Amerika Serikat, SAAB dari Swedia, dan Eurofighter dari Eropa, semuanya juga hadir di Indo Defence.

Sedangkan, industri pertahanan dalam negeri, yakni: PT. Pindad, PT. Dirgantara Indonesia, PT. Len Industri, PT. Dok Perkapalan Kodja Bahari, PT Industri Telekomunikasi Indonesia, PT. Krakatau Steel, PT. Industri Kapal Indonesia, PT. PAL Indonesia, PT. Barata Indonesia, PT. Boma Bisma Indra, PT. Dok dan Perkapalan Surabaya, PT Dahana, PT. Industri Nuklir Indonesia, PT. Maju Mapan, PT. Sari Bahari, PT. Garda Persada, PT. Farin Industri Nusantara, PT. Palindo Marine dan PT Tesco Indomaritim.

Seluruh BUMN Industri Strategis yang tampil di pameran ini mendapat dukungan penuh dari Kementerian BUMN. Terbukti dari keterlibatan Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN RI, F. Harry Sampurno, yang terus mengawal persiapan ke-13 BUMNIS dalam Indo Defence 2016.

Pamerkan Produk Lokal

Beberapa produk lokal yang dipamerkan di ajang ini, antara lain: mobil unit Rehabmedik Keliling dari Kemhan RI; UAV Puna dan Sriti milik Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi; helikopter Dauphin dan Personel Rescue Carrier milik Basarnas; kendaraan taktis Anoa dan Komodo, serta panser Badak dari PT. Pindad; kapal Searider untuk di sungai dari PT. Panorama Graha Teknologi; Guardian Wheeled APC dan JAWS Wheeled APC dari International Armored Group.

Lewat pameran semacam ini, sudah saatnya produk pertahanan nasional bicara di level internasional. Ajang ini sangat baik, apalagi posisi Indonesia sebagai tuan rumah. Dalam praktiknya, sejumlah produk industri pertahanan nasional memang sudah diekspor ke sejumlah negara. Artinya, produk industri pertahanan Indonesia itu sudah diterima dan layak berdasarkan standar internasional.

Kualitas produk pertahanan dalam negeri juga tidak kalah dengan produk asing. Tidak mengherankan jika dalam perhelatan inipun, beberapa BUMN Industri Strategis melakukan penandatanganan nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) dengan mitra luar negeri, termasuk menyepakati sejumlah transaksi produk.

Misalnya, PT Dirgantara Indonesia pada Rabu (2/11) telah menandatangani MoU dengan Korea Aerospace Industries (KAI), Ltd., untuk implementasi SCA (Strategic Cooperation Agreement). Ini merupakan langkah konkret PTDI, menindaklanjuti kerjasama SCA yang pada 4 Desember 2015 telah ditandatangani oleh kedua pihak di Kemhan RI.

Di sisi lain, sudah terjalin kerja sama produksi Tank Boat dan Sancha antara PT. Pindad dan Theon Sensor SA dari Yunani. PT Pindad juga sudah menyepakati untuk bekerjasama memproduksi (joint production) kendaraan perang jenis tank medium bersama Turki, melalui perusahaannya FNSS Defense System sejak 2013. FNSS Defense Systems merupakan perusahaan sistem tempur darat terkemuka di Turki.

FNSS memiliki teknologi kendaraan lapis baja sistem penggerak rantai, sementara PT Pindad memiliki teknologi sistem penggerak roda. Sejak dimulai pada 2015, Pindad ‎dan FNSS telah menyelesaikan tahap pertama rencana pengembangan tank ini. Prosesnya kini masuk dalam pengembangan tahap ke dua, terkait desain teknologi yang akan digunakan pada kendaraan tempur ini. Program ini akan diselesaikan dalam tiga tahapan, dan akan direncanakan selesai pada 2017.

Proyek pengembangan tank medium ini sudah masuk dalam tujuh proyek nasional kemandirian‎ pertahanan yang dirancang pemerintah. Nantinya, hak kekayaan intelektual dalam produk tank medium itu akan menjadi milik kedua negara. Program ini diharapkan akan meningkatkan kemandirian Indonesia dalam alutsista, agar nanti tidak perlu lagi membeli tank-tank medium dari luar negeri.

Akhir kata, berlangsungnya pameran industri pertahanan dan keamanan seperti Indo Defence 2016 semacam ini perlu terus mendapat dukungan. Kita berharap, industri pertahanan dalam negeri suatu saat nanti bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan membangun kemandirian. Bahkan, bisa memasukkan devisa lewat penjualan produk-produknya yang berkualitas internasional ke luar negeri. Semoga! ***

Artikel ini ditulis oleh: