Operasi Pasar MInyak Goreng

Pekanbaru, Aktual.com – Langka dan melonjaknya harga minyak goreng dalam beberapa pekan terakhir telah memicu pro kontra di masyarakat.

Dampaknya, kaum ibu-ibu seakan menjadi pihak yang sangat terguncang, karena kesehariannya yang lekat dengan komoditas minyak goreng.

Geram karena persoalan harga minyak yang melonjak  dan persediaan yang tidak kunjung terselesaikan membuat kalangan ibu curhat.

“Minyak goreng tidak ada…sudah beli ikan lele..eh minyaknya gak dapat. Harga minyak goreng merek abal-abal 1 liter Rp28 ribu..ya tidak terbeli,” kata Yunita (40) warga kota Pekanbaru dalam curhatnya kepada sang suami.

Keluhan ibu-ibu bahkan makin memuncak, ketika bahan kebutuhan dapur lainnya pun ikut merangkak naik. Seperti cabe giling  mencapai Rp60.000 per kilogram yang sebelumnya Rp45 ribu per kilogram.
​​​​​​​
Dampak kenaikan harga  kebutuhan pokok telah membuat kalangan ibu “menjerit”, termasuk para pedagang gorengan dan usaha kuliner lainnya.

Bude Lestari (59) pengelola warung makan di Jalan Sumatera Kota Pekanbaru juga terdampak akibat mahalnya dan langkanya minyak goreng.

Apa boleh buat dirinya pun terpaksa menaikkan harga jual satu porsi nasi Rp13 ribu harga di warung dan Rp15 ribu/porsi untuk pesanan katering pegawai bank. Sebelumnya hanya Rp10 ribu hingga Rp12 ribu/porsi.

Para ibu di Kota Pekanbaru ini menginginkan Pemerintah segera menuntaskan kelangkaan kebutuhan dapur ini, tetapi ketika masih belum mendapatkan minyak goreng dalam kemasan dengan HET Rp14 ribu per liter.

Mereka umumnya memilih menunda membelinya dan menyiasatinya dengan mengolah makanan tanpa minyak seperti menggunakan santan, atau merebus saja.

Cara merebus makanan cukup bermanfaat juga, selain berhemat resiko terserang kolesterol juga bisa dihindari dan variasi memasak makanan dengan cara direbus makin diminati. Mulai dari membuat sambal direbus, telur direbus, sayur terong direbus, pare direbus dan lainnya ternyata masih menarik selera.

Ya sudah, kata Puji (41) yang terpaksa sekarang rajin-rajin menumis atau merebus, sambil menunggu kebijakan yang tepat atau antisipasi dari Pemerintah mengatasi kelangkaan minyak di bumi yang menjadi penghasil sawit terbanyak di Indonesia itu.

Kelangkaan minyak goreng ini juga mencuri perhatian Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Riau Ahmad Fitri, hingga turut melakukan pemantauan pada 11-14 Maret 2022 pada pasar modern, pasar tradisional, ritel modern dan ritel tradisional.

Hasilnya, di pasar modern terdapat jenis minyak goreng kemasan sederhana dijual Rp14.000/liter. Jenis minyak goreng kemasan premium juga tersedia dan dijual dengan harga Rp28.000/ 2 liter. Ketersediaan minyak goreng pada pasar modern tersebut stoknya mencukupi namun penjualan kepada pembeli dilakukan pembatasan.

Berdasarkan pemantauan di pasar tradisional, ketersediaan hanya terdapat jenis minyak goreng curah yang dijual Rp15.000/Kg dan jenis minyak goreng premium Rp32.000/2 liter.

Ketersediaan stok minyak goreng di pasar tradisional belum ada kepastian. Penjual tidak ada kepastian untuk mendapatkan stok minyak goreng dari agen/distributor. Sedangkan penjualan minyak goreng kepada masyarakat tidak dilakukan pembatasan.

Beda lagi di ritel modern didapatkan minyak goreng kemasan premium dijual Rp28.000/2 liter, dan Rp13.100/900 ml dengan pembatasan setiap pembeliannya 1 kemasan/orang. Stok minyak goreng pada ritel modern tidak banyak karena sulit mendapatkan pasokan dari agen/distributor.

Di ritel tradisional terlihat tersedia jenis minyak goreng curah, kemasan sederhana dan premium. Harga jual untuk minyak goreng curah, minyak goreng kemasan premium masih di atas HET yang ditetapkan pemerintah. Sedangkan untuk ketersediaan stok tidak banyak tersedia. Tidak dilakukan pembatasan penjualan kepada masyarakat.

Kesimpulannya, kata Ahmad Fitri, masih terjadi keterbatasan ketersediaan stok minyak goreng pada sejumlah ritel maupun pasar dan harga minyak goreng kemasan premium pada ritel tradisional dan pasar tradisional terlihat lebih tinggi dari HET yang ditetapkan pemerintah. Memang penjual masih mengalami kesulitan untuk mendapatkan stok minyak goreng dari distributor.

“Pemerintah daerah melalui OPD terkait perlu segera mengoptimalkan pengawasan atas kondisi ketersediaan dan harga minyak goreng kini yang kian langka itu,” katanya.

Antisipasi ketersediaan
Pemerintah pusat melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengalokasikan kuota minyak goreng curah sebanyak 2 ribu ton per pekan di Riau. Hingga saat ini, sudah sebanyak 36 ton minyak goreng curah yang didistribusikan di Riau.

Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Disperindagkop UKM) Riau Taufiq OH mengatakan, hingga saat ini sudah dua daerah di Riau yang dikirimkan minyak goreng curah tersebut.

Dua daerah itu yakni Kota Pekanbaru dan Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir. Total minyak goreng curah yang dikirimkan untuk dua daerah tersebut yakni 36 ton. saat ini juga sedang dalam proses pengiriman ke Tembilahan sebanyak 18 ton dan setiap pengiriman, kapasitas mobil tangki yang memuat sebanyak 18 ton.

Tembilahan sudah mengajukan untuk pengiriman tahap kedua, jumlahnya sama dengan yang tahap pertama yakni 18 ton. Taufiq juga terus melakukan koordinasi pengawasan bersama tim Satgas pangan Polda Riau. Dan pemerintah kabupaten/kota pun diimbau untuk segera menstok minyak goreng curah dengan cara mengambilnya di Kota Dumai.

Benahi struktur pasar
Direktur SDG center Unand, Prof Elfindri mengatakan ketersediaan minyak goreng sekarang masuk pada ketidak seimbangan antara pasar permintaan yang sempurna (pasar sempurna karena pembeli banyak) sementara produsen terbatas (Oligosopni) mengakibatkan dominasi produsen akan kuat.

Jika dibiarkan, hukum pasar menjadi tidak seimbang. Dominasi produsen, dalam penyediaan dan harga tidak akan mampu diatasi dengan kebijakan HET. Karena dalam sekejap barang bisa ditahan dan dipindahkan ke lokasi dimana harga lebih tinggi. Kondisi ini pun akan mengakibatkan ketidakseimbangan.

Karenanya faktor penyempurnaan pasar dan pengendalian diperlukan antara lain melalui kebijakan, pelaku produsen diperbanyak dan ada di daerah yang bisa didorong keberadaannya melalui BUMD sehingga bisa produsennya tidak lagi oligosopni (beberapa) tapi diperbanyak dan jadikan sempurna.

Perlu membuat distribusi lebih dekat ke konsumen dan perluasan lapangan kerja. Pengendalian CPO ekspor bisa melalui kenaikan pajak ekspor. Jika ingin menekan permintaan CPO sebagai bahan baku untuk berbagai keperluan.

Selanjutnya pemerintah bersama aparat penegak hukum dengan tegas kendalikan penimbunan dan ekspor ilegal tanpa ampun, serta dorong alternatif minyak selain dari CPO seperti dari nabati lain dan kelapa.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Nurman Abdul Rahman