Ilustrasi- Makanan

Jakarta, Aktual.com– Produk-produk pangan dan obat-obatan statusnya halal asalkan produk tersebut baik untuk dikonsumsi dan tidak berbahaya bagi manusia. Allah SWT berfirman:

يَسْأَلُونَكَ مَاذَا أُحِلَّ لَهُمْ ۖ قُلْ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ

“Mereka menanyakan padamu, “Apa yang dihalalkan bagi mereka?” Katakanlah, dihalalkan bagi mereka thayyibat (segala yang baik)…” (QS: Al-Maidah: 4)

  1. Ali Musthafa Ya’qub menjelaskan masalah keamanan produk dan dampak bahayanya dari segi kaidah fiqih yang mengatakan bahwa ‘Bahaya itu mesti dihilangkan.’ Konsep ini dikenal dengan istilah adh-Dharar.

الضرر يزال

“Bahaya itu mesti dihilangkan.”

Kaidah di atas memiliki makna secara luas yaitu Menimpakan kepada orang lain sesuatu yang menyakitkan dan tidak disukai. Lewat pemahaman makna ini, unsur Dharar produk pangan atau obat-obatan adalah kandungan yang tidak disukai, menimbulkan penyakit dan kerugian, serta efek buruk lainnya. Kemudian beliau mencirikan kategori Dharar yang mungkin terdapat dalam suatu produk:

Pertama, bahaya dari segi prinsip syariat Islam.

Prinsip syariat Islam ini dikenal sebagai Maqashid asy-Syariah. Suatu produk dipandang mengandung dharar jika membahayakan lima hal ini: Agama, Jiwa, Keturunan, Harta, dan Akal.

Kedua, kategori bahaya dari efek ditimbulkan.

  1. Ali Musthafa Ya’qub menjelaskan setidaknya ada dua jenis efek bahaya: yang muncul cepat dan lambat. Semisal pada konsumsi gula yang tinggi, efeknya dalam jangka panjang adalah kegemukan atau mungkin diabetes.

Ketiga, kategori dharar berdasarkan kondisi penggunanya

Bahaya ini bisa bersifat mutlak karena efek kerusakannya yang nyata, dan dapat pula bersifat relatif, yaitu dalam kondisi-kondisi tertentu. Semisal pada penderita diabetes, konsumsi gula dikurangi. Begitupun pembatasan konsumsi air pada penderita gagal jantung. Air dan gula berlebihan, menjadi dlarar pada pasien tersebut.

Keempat, bahaya berdasarkan sifatnya.

Dampak bahaya ada yang dapat diamati langsung secara indrawi, seperti kondisi sakit atau hilangnya akal. Selain itu, bahaya juga bisa bersifat “maknawi”, yakni berbahaya bagi kondisi agama seseorang – seperti makan daging babi yang tegas diharamkan untuk muslim.

Itulah kategori-kategori yang telah disebutkan oleh KH. Mustafa Ali Ya’qub terkiat terkait produk pangan atau obat-obatan yang terdapat dhararnya.

Waallahu a’lam

(Rizky Zulkarnain)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arie Saputra