Kebijakan luar negeri AS memandang Cina, Rusia dan Iran secara geopolitik sebagai musuh utama. Apalagi sejak 2001 lalu Cina-Rusia menandatangani kerjasama strategis di bawah naungan Shanghai Cooperation Organization (SCO). Sebuah kerjasama kedua negara adikuasa dalam bidang energi, perdagangan dan kemiliteran.
Maka itu, kalau merujuk pada kebijakan luar negeri AS, sanksi ekonomi yang baru-baru ini dikeluarkan Kongres AS terhadap Rusia, seraya menegaskan agar kongres menghalangi manuver Gedung Putih di bawah kepresidenan Donald Trump untuk memperlunak embargo terhadap Rusia, maka sanksi ekonomi AS ini harus dibaca sebagai bagian integral dari kebijakan militer dan intelijen Pentagon.
Meskipun dalam sanksi ekonomi yang ditegaskan oleh Kongres baru-baru ini lebih ditujukan kepada Rusia dan terkesan bermaksud melumpuhkan kekuasaan dan wewenang kepresidenan Donald Trump, namun persekutuan Cina dan Korea Utara yang mencapai puncaknya pada ketegangan AS-Korut terkait persenjataan nuklir beberapa bulan terakhir, nampaknya tetap jadi landasan kebijakan luar negeri AS untuk tetap memandang keterkaitan Rusia-Cina-Iran-Korea Utara dalam satu tarikan nafas. Sebagai musuh utama di masa depan dalam perspektif perencanaan dan perhitungan strategis AS dalam bidang militer dan intelijen. Sehingga sanksi ekonomi terhadap Cina kiranya hanya soal waktu dan momentum.
Apalagi beberapa saat sebelum Kongres mengeluarkan sanksi ekonominya terhadap Rusia, Rusia-Cina pada Juni 2017 lalu bersepakat menandatangani Peta Jalan Kerjasama Militer Cina-Rusia 2017-2020 (roadmap on military cooperation for 2017-2020). Barang tentu manuver ini dimaksudkan sebagai kontra aksi terhadap persekutuan AS-NATO. Bukan itu saja. Pada November 2015 Rusia pun telah menjalin kerjasama dengan Korut untuk mencegah meningkatnya aktivitas militer di Semenanjung Korea. Yang tentunya ditujukan untuk menangkal peningkatan eskalasi kehadiran angkatan laut AS di Semenanjung Korea.
Celakanya, skema di balik sanksi ekonomi terhadap Rusia ini, pada perkembangannya akan melemahkan potensi kerjasama Rusia dengan negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa. Dengan kata lain, negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa pun akan kena sanksi AS juga ketika menjalin kerjasama dengan Rusia di sektor gas. Padahal, negara-negara Eropa Barat sangat tergantung pada pasokan gas dari Rusia.
Agaknya, dalam skenario Pentagon, semuja kawasan harus dikondisikan untuk berhadapan dengan Rusia sebagai lawan. Baik di Eropa Timur, Skandinavia dan Balkan. Di beberapa negara eks Soviet yang disebut Kaukasus, Suriah dan Irak di Timur Tengah, Militerisasi Teluk Persia yang ditujukan untuk melawan Iran, Laut Cina Selatan dan Selat Taiwan yang ditujukan untuk melawan Cina, dan Asia Timur dengan bertumpu pada Korea Selatan di Semenanjung Korea, untuk melawan hegemoni Cina.
Menurut the Vigilant Shield 2007 war games yang sempat dibocorkan melalui Washington Post, diwartakan bahwa Pentagon sempat membuat simulasi Perang Dunia III dengan mengedepankan kemungkinan empat negara sebagai musuh utama AS: Rusia, Cina, Iran dan Korea Utara.
Maka menjadi menarik ketika Kongres menjatuhkan sanksi kepada Rusia sedangkan Pentagon pada 2007 lalu sempat membuat simulasi adanya empat negara sebagai musuh utama Paman Sam. Untuk telaah lebih lanjut, silahkan baca Michel Chossudovsky, Towards a World War III Scenario, The Dangers of Nuclear War, Global Research, (2011).
Hendrajit, Redaktur Senior