Jakarta, Aktual.com – Mantan menteri perdagangan Enggartiasto Lukita menyerukan pengusaha dan pemerintah bersinergi dalam menjaga ekonomi di masa pandemi COVID-19 yang tidak hanya memukul perekonomian dalam negeri tapi internasional.

“Ini menjadi tantangan buat ekonomi Indonesia mengingat saat ini tidak ada negara yang betul-betul aman secara ekonomi. Ini karena semua terhubung dalam satu rantai pasok global yang saling bergantung satu sama lain. Jadi, jika komoditas tertentu di suatu negara terganggu, maka sudah tentu dampaknya juga dirasakan oleh negara lain,” kata Enggar dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu.

Enggar yang berbicara di webinar bertajuk “Mempersiapkan Pemulihan Ekonomi Nasional dalam Pandemi Covid-19” yang diselenggarakan oleh Forum Diskusi Denpasar 12 bekerja sama dengan DPP Partai NasDem, mengatakan dalam suasana resesi global seperti ini, psikologi pasar tidak stabil sehingga hampir semua negara akan melakukan intervensi terhadap pasar domestik mereka masing-masing.

Menurut dia, tidak ada negara yang ingin runtuh ekonominya sehingga akan melakukan segala cara untuk menjaganya, dari memberikan stimulus hingga melakukan proteksi terhadap komoditas strategis.

Dia memberi contoh, pabrik otomotif Indonesia saat ini mengalami kesulitan karena meskipun produksi mobil dilakukan di Indonesia, tetapi sebagian besar komponennya dipasok dari negara lain, seperti dari Wuhan, China. Maka sejak Wuhan dikarantina, mereka mengalami kesulitan.

“Ketergantungan terhadap pasokan negara lain ini harus menjadi perhatian semua pihak. Pemerintah dan pengusaha harus bersinergi. Pandemi ini harus jadi momentum untuk melakukan evaluasi. Pelajarannya, bahwa ke depan ketergantungan itu harus diminimalkan dengan menggenjot produksi dalam negeri, baik dari bahan baku hingga bahan jadinya. Sehingga secara ekonomi, kita bisa mandiri dan betul-betul kuat,” kata Enggar.

Dibanding banyak negara yang mengalami resesi, Indonesia saat ini masih cukup beruntung. Enggar mengatakan, sampai saat ini pertumbuhan Indonesia masih positif. Belum negatif, seperti dialami Amerika Serikat, dan banyak negara lainnya, sehingga Keberuntungan itu harus dijaga dengan memperkuat faktor-faktor penopang.

Enggar meminta pemerintah agar menjaga perputaran ekonomi di tingkat bawah yang salah satunya dengan menjaga pasar tradisional mengingat ekonomi rakyat sebagian besar digerakkan oleh pasar tradisional.

Saat ini, dalam kondisi pandemi, pasar tradisional harus tetap berjalan tetapi dengan protokol kesehatan yang ketat.

“Misalnya, diatur jalan dan jaraknya. Pasar tradisional memang membutuhkan keahlian khusus untuk mengaturnya, tetapi ini harus dilakukan karena pasar jantung ekonomi rakyat. Harus ada pendaftaran pedagang, pengaturan pedagang kaki lima, misalnya dengan sistem ganjil genap, jadi penjualnya digilir dan sistem serupa juga bisa dipakai di pasar modern. Intinya, protokol kesehatan harus diterapkan, tetapi ekonomi juga berjalan,” katanya.

Selain itu, yang juga penting dilakukan adalah melihat peluang ekspor. Saat ini hampir semua negara memang melakukan proteksi dan menjaga pasar domestik mereka.

Namun, bukan berarti peluang ekspor tertutup, karena faktanya semua negara saling membutuhkan dan saling bergantung.

Untuk itu, pemerintah harus mencari pasar di mana komoditas Indonesia bisa masuk, setelah itu sinergi dengan pengusaha.

“Sinergi pemerintah dan pengusaha ini sangat penting. Pemerintah tidak bisa hanya membuka pasar terus membiarkan pengusaha bergerak sendiri. Pemerintah juga harus membantu dan mendorong pengusaha, baik dalam mencari peluang pasar hingga memasok barang,” katanya.

Dia mengakui, bahwa tidak mudah menjaga ekonomi di masa pandemi. Tapi, jika semua pihak bersinergi, terutama pemerintah dan pengusaha, kesulitan ekonomi bisa diatasi.

“Kita harus siap untuk kondisi ini dan tentu tak hanya memasrahkan tanggung jawab kepada pemerintah. Kita, semua komponen bangsa, harus bergerak bersama dan bersinergi dan tidak bisa berpangku tangan,” kata Enggar.(Antara)

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Warto'i