Presiden Joko Widodo - Aksi Bela Islam II. (ilustrasi/aktual.com)
Presiden Joko Widodo - Aksi Bela Islam II. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menyayangkan sikap pemerintah dalam menanggapi kericuhan, yang terjadi pasca aksi Bela Damai 411 di Istana Negara, Jumat (4/11) lalu.

Hal ini dikatakan Fahri menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebut bahwa aksi demonstrasi ditunggangi aktor politik. Disusul, adanya penangkapan beberapa kader HMI oleh petugas Polda Metro Jaya, Senin (7/11) malam. Karena diduga sebagai perusuh saat aksi unjuk rasa.

Fahri menganggap pemipin saat ini gagap membaca realitas baru dalam demokrasi. Dia khawatir hal itu dikarenakan pemimpin negara saat ini tidak mengerti dinamika masyarakat sipil.

“Dan dia tidak mengerti dan tidak paham apa sebetulnya yang terjadi sehingga kosakata-kosakata lama masih dipakai. Seperti ditunggani, ada dalang dan semacamnya. Itu sudah tidak ada dalam demokrasi,” ujar Fahri saat jumpa pers jelang Kongres Nasional I KA-KAMMI di Resto Pulau Dua, Jakarta, Selasa (8/11).

“Apalagi menganggap organisasi kemahasiswaan seperti HMI yang mendalangi atau apapun, itu tidak bisa begitu. Tidak ada keputusan-kepurusan organisatoris semacam itu.”

Menurut Fahri, jika memang ada orang secara individu melakukan tindakan yang melanggar hukum, ajukan dan berkaskan saja sebagai tindakan melanggar hukum.

“Cari dua tiga alat buktinya, lakukan pemanggilan secara baik, pertanggungjawaban itu sifatnya individual. Jadi, jangan lagi respon pemerintah sekarang ini mengindikasikan ketidakkemampuan untuk membaca dinamika masyarakat berdemokrasi.”

Karena itu, Fahri berharap kepada kepolisian sebagai ujung tombak daripada pengayoman masyarakat, sebagai pelindung hukum dan penegakan hukum harus lebih canggih dalam membaca gejala gangguan demokrasi.

Apalagi, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian berencana menjerat Fahri dengan pasal makar. Lantaran, mantan Ketua KAMMI itu sempat menyinggung soal penggulingan Presiden Jokowi sewaktu orasi dalam aksi damai 411.

“Saya sendiri percaya dengan kapasitas intelektual Jenderal Tito, tapi kadang-kadang dia terdorong bekerja untuk dan atasnama kekuasaan sehingga salah bertindak.”

“Filing saja satu-satu jangan nuduh sembarangan jangan bikin opini bekerjalah dalam senyap temukan alat bukti lakukan proses hukum.”

Fahri menambahkan, kepolisian berhak memproses hukum siapapun yang dianggap melakukan kekacauan dalam demonstrasi. Tetapi, kata dia, sebetulnya harus dilakukan kepada penyebab kegaduhan kasus penistaan agama ini yaitu, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

“Kenapa proses itu tak dilakukan dari dulu ? Kenapa baru sekarang begitu tergopoh-gopoh mau memanggil ahli hanya sekedar menemukan dua alat bukti yang sudah sangat jelas sekali.”

Laporan: Nailin In Saroh

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu