Ilustrasi kerjasama. Aktual/HO

Jakarta, aktual.com – Investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) bersih Arab Saudi tercatat mengalami penurunan sebesar 7% pada kuartal I/2025 dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Tren ini mengindikasikan bahwa realisasi FDI masih belum sejalan dengan target ambisius Kerajaan dalam program transformasi ekonomi Vision 2030.

Dilansir dari Reuters, arus masuk FDI bersih pada periode Januari–Maret 2025 tercatat sebesar 22,2 miliar riyal Saudi atau sekitar Rp95 triliun, turun dari 24 miliar riyal Saudi (sekitar Rp103,7 triliun) pada kuartal IV/2024.

Namun secara tahunan, FDI Arab Saudi menunjukkan pertumbuhan positif. Jika dibandingkan dengan kuartal I/2024 yang hanya mencatat 15,5 miliar riyal Saudi (sekitar Rp66,9 triliun), maka terjadi peningkatan 44% berdasarkan data Otoritas Umum Statistik Arab Saudi.

Peningkatan investasi asing menjadi salah satu fondasi utama dalam strategi diversifikasi ekonomi Vision 2030. Program ini bertujuan mengurangi ketergantungan Arab Saudi terhadap minyak, memperbesar peran sektor swasta, dan menciptakan jutaan lapangan kerja baru.

Untuk itu, pemerintah menargetkan dapat menarik FDI hingga US$100 miliar (sekitar Rp1.620 triliun) sebelum tahun 2030. Berbagai proyek berskala besar (giga projects), termasuk pengembangan kota futuristik NEOM, serta sektor olahraga, hiburan, dan pariwisata menjadi andalan untuk menarik minat investor global.

Meski demikian, realisasi FDI belum menunjukkan konsistensi yang diperlukan untuk mencapai target tersebut.

Sejumlah pengamat menilai bahwa Arab Saudi masih menghadapi tantangan dalam menjadikan dirinya sebagai destinasi investasi utama. Sejak target FDI diumumkan pada 2021, banyak investor asing disebut mengalami kesulitan dalam memahami iklim regulasi dan birokrasi bisnis di negara tersebut.

“Sejak awal, Arab Saudi lebih dikenal sebagai penyedia modal global ketimbang penerima investasi asing,” tulis Reuters mengutip sumber internal.

Sementara itu, laporan terbaru Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan Arab Saudi akan mengalami defisit anggaran sebesar US$27 miliar atau sekitar Rp437,5 triliun tahun ini. Defisit tersebut akan dibiayai terutama melalui penerbitan surat utang.

Pada 2024, Arab Saudi bahkan tercatat sebagai negara berkembang dengan penerbitan utang dolar terbesar. Meski demikian, IMF menilai bahwa posisi fiskal Arab Saudi masih tergolong kuat, dengan rasio utang bersih terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) hanya sekitar 17%, menjadikannya salah satu negara dengan tingkat utang terendah di dunia.

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano