Jakarta, Aktual.com – Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon berharap negara-negara yang tergabung dalam kelompok 20 (G20), dapat segera meratifikasi Perjanjian Paris, guna mendukung pembangunan ramah lingkungan yang berkelanjutan.

“Pertemuan G20 diharapkan dapat menjadi momentum untuk percepatan ratifikasi Perjanjian Paris, segera dapat segera dilaksanakan,” katanya, saat menghadiri penyerahan instrumen ratifikasi Perjanjian Paris oleh Tiongkok dan Amerika Serikat di Hangzhou, Tiongkok, berdasar keterangan resmi yang diterima Minggu (4/9).

Tiongkok dan Amerika Serikat adalah pengkonsumsi energi terbesar di dunia, dan menjadi beberapa negara besar dengan emisi gas rumah kaaca terbesar.

Perubahan iklim menjadi salah satu pokok bahasan dalam KTT ke-11 negara-negara G20. Perubahan iklim adalah salah satu tantangan krusial yang dihadapi dunia, saat ini, dan diharapkan semua negara G20 mendukung Perjanjian Paris yang dihasilkan pada Sidang ke-21 Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC).

Dalam rumusan yang terus dimatangkan negara G20 telah bersepakat untuk mendukung dan mendorong ratifikasi Perjanjian Paris untuk dapat dilakukan oleh seluruh negara G20, dalam waktu dekat.

Perjanjian Paris adalah kesepakatan global untuk menghadapi perubahan iklim. Komitmen negara-negara dinyatakan melalui “Nationally Determined Contribution” untuk periode 2020-2030, ditambah aksi pra-2020. Perjanjian tersebut didukung 195 negara, berbeda dengan periode pra-2015, ketika negara-negara kunci seperti Amerika Serikat dan Australia, absen.

Namun Perjanjian Paris akan berlaku jika diratifikasi setidaknya 55 negara yang menyumbangkan setidaknya 55 persen emisi gas rumah kaca. Negara-negara dengan emisi gas rumah kaca yang tinggi, seperti Tiongkok, Amerika Serikat, Rusia, Uni Eropa, Jepang, dan India, juga menandatangani Perjanjian Paris.

Tiongkok dan AS telah meratifikasi Perjanjian Paris pada Sabtu (3/9) atau sehari sebelum pelaksanaan pertemuan puncak para pemimpin negara kelompok 20.

Perjanjian yang merupakan pengganti Protokol Kyoto, memuat perjanjian pembatasan kenaikan suhu global berada di bawah 2 derajat Celcius serta berupaya membatasi kenaikaan hingga 1,5 derajat Celcius.

Indonesia menargetkan ratifikasi selesai November mendatang, sebelum pertemuan tentang perubahan iklim Conference of Parties (COP) ke-22 di Marrakech.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Eka