Menurut Sahat, salah satu yang menjadi biang persoalan beribadah adalah tata cara pendirian rumah ibadat yang diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 Tahun 2006 dan No. 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.
“Peraturan Bersama Menteri (PBM) tidak dijalankan dengan benar. Seharusnya sesuai dengan isi PBM ini, bagi rumah ibadah yang tidak memenuhi persyaratan, pemerintah daerah wajib fasilitasi rumah ibadah. Bukannya justru meminta umat agama bersangkutan beribadah di Kabupaten lain,” jelas Sahat.
Namun, Sahat juga mengajak segenap masyarakat Indonesia, terkhusus umat Kristen untuk tidak terprovokasi dengan persoalan di Sumatera Barat dan tetap melaksanakan ibadah Natal dengan khusyuk.
“Kami dari DPP GAMKI mengajak semua masyarakat Indonesia untuk tidak terprovokasi. Umat Kristen mari kita tetap melaksanakan ibadah Natal, kita doakan kedamaian, kemajuan, dan kesejahteraan Indonesia. Tetap kita junjung Pancasila, kita rawat keberagaman bersama saudara-saudari sebangsa dan setanah air dari pemeluk agama lainnya.”
“Kepada saudara-saudari umat beragama lainnya, jangan takut dan kuatir. Walaupun di Sumatera Barat umat Kristen mengalami diskriminasi, namun larangan merayakan ibadah hari raya agama tidak akan dilakukan di daerah yang pemeluk agama Kristen berjumlah lebih banyak. Jika ada yang melakukan hal tersebut, silakan laporkan kepada kami, pasti Saudara-Saudari akan kami bela. Karena bangsa dan negara ini lahir dari komitmen kita bersama dan akan kami jaga sampai seterusnya,” pungkas Sahat.
Artikel ini ditulis oleh: