Denpasar, Aktual.com – Informasi beredar jika Garuda Indonesia dan Lion Air nyaris bertabrakan di langit Bali pada 10 Februari 2016, tepatnya di selatan Kabupaten Jembrana, sekitar pukul 14:00 WITA. Dikabarkan jika Boeing 737 Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA 340 rute Surabaya-Denpasar dan pesawat Boeing 737 Lion Air dengan nomor penerbangan JT 960 Rute Bandung-Denpasar nyaris bertabrakan.

Namun, hal itu dibantah oleh Kepala Air Navigation Ngurah Rai, Maskon Humawan. Menurut Humawan, yang terjadi adalah kedua pesawat mengalami ‘vertical separation less than minima’. “Tidak benar pesawat akan tabrakan. Yang terjadi adalah dua pesawat mengalami vertical separation less than minima atau jarak vertikal antar dua pesawat di bawah standar minima,” kata Humawan, Jumat (12/2).

Kendati begitu, ia mengakui jika memang terjadi kekurangan batas standar ketinggian. “Standar minimalnya 1.000 feet. Pada kejadian tersebut ketinggian pesawat 700 feet,” jelas dia. Bahkan, ia melanjutkan, pada jarak hoirsontalnya masih 5 nautical miles. “Artinya, masih aman,” tegas dia.

Kondisi ini, katanya, menyebabkan warning anti collision memberi peringatan adanya kondisi di bawah minima. “Saat ini pada musim hujan sering terjadi penumpukkan pesawat di udara dan di darat. Pada kondisi tertentu penumpukan bisa mencapai 30 pesawat di atas Bali. Berita yang tersebar tidak jelas sumbernya,” tegas dia.

Seperti diberita sebelumnya, malapetaka tabrakan di udara nyaris terjadi pada tanggal 10 Februari 2016 di langit di atas Bali. Tepatnya di selatan Kabupaten Jembrana, sekitar pukul 14:00 Wita. Saat itu cuaca buruk di Bandara Ngurah Rai Bali menyebabkan lebih dari 12 pesawat menunggu giliran mendarat dan diperintahkan oleh Air Traffic Controller (ATC) untuk berputar-putar di udara menunggu lowongan mendarat (holding pattern).

Termasuk di antaranya pesawat Boeing 737 Garuda dengan nomor penerbangan GA 340 dari Surabaya dan pesawat Boeing 737 Lion Air dengan nomor penerbangan JT 960 dari Bandung. Saat itulah dikabarkan kedua pesawat nyaris bertabrakan.

Kronologi persisnya adalah pada pukul 14.27 WITA, Garuda Indonesia GA 340 terbang ke arah utara pada ketinggian 16.300 kaki, kemudian menurun hingga 612 kaki permenit dengan kecepatan 501 km/jam. Sementara Lion Air terbang ke arah selatan pada ketinggian 15.900 kaki kemudian menurun 512 kaki permenit dengan kecepatan 524 km/jam. Dapat dipastikan malapetaka akan terjadi jika pesawat tidak dimanuver untuk saling menghindar. Namun, cuaca buruk menyebabkan sangat sulit untuk pilot kedua pesawat untuk melihat satu sama lain. Tepat di detik-detik terakhir, pilot kedua pesawat membelokan masing-masing pesawatnya dengan tajam ke arah kiri sehingga tabrakan akhirnya terhindarkan.

Penumpang pesawat Garuda Indonesia GA 340 melihat dengan jelas pesawat Lion Air yang menurut saksi mata terbang dekat sekali dengan pesawat mereka. Bahkan, pasca insiden tersebut terdengar komunikasi dari pilot Garuda Indonesia yang mengatakan, off the record, bahwa alarm traffic (Traffic Collision Avoidance Sytsem – TCAS) di kokpitnya telah berbunyi dan kru penerbang segera melakukan manuver avoidance.

Kedua pesawat itu berada di titik terdekat, berada kurang dari 3 kilometer dan saling menuju satu sama lain. Meningat kecepatan relatif tinggi kedua pesawat itu mendekat adalah di atas 1.000 km/jam, maka malapetaka dihindari dengan sisa waktu kurang lebih 10 detik. Menurut standar penerbangan international, pesawat terbang di udara harus dipisahkan paling sedikit 1000 kaki secara vertical dan 5.5 kilometer (3 mil laut) secara horizontal. Kekurangan pemisahan di bawah itu dikategorikan “near miss”, atau hampir tabrakan.

Setelah kejadian, Lion Air JT 960 mendarat dengan selamat di Bandara Ngurah Rai pada pukul 15.01 WITA, sementara pesawat Garuda GA 340 memutuskan untuk kembali ke Bandara Juanda di Surabaya sambil menunggu kondisi cuaca dan lalu lintas udara membaik. Akhirnya GA 340 berangkat kembali pukul 15.26 WIB dan mendarat tanpa insiden di Bandara Ngurah Rai pukul 16.59 WITA.

Artikel ini ditulis oleh: