Ribuan buruh yang tergabung dari berbagai elemen organisasi melakukan aksi long march menuju Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (8/8/2018). Dalam aksinya para buruh yang mengatasnamakan #aksi8Agusutus Tolak penetapan upah industri padat karya dibawah nilai upah minimum dan menolak Perppu Ormas yang menciderai demokrasi. AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com – Ribuan buruh yang tergabung pada Gerakan Bersama Buruh/Pekerja BUMN (Geber BUMN) pada Rabu turun ke jalan mendesak pemerintah untuk menghentikan sistem kerja alih daya atau “outsourcing” di BUMN.

“Tepat pada 11 Maret 2018, genap 5 tahun usia perjuangan GEBER BUMN mengadvokasi pelanggaran ketenagakerjaan di perusahaan BUMN dan belum menemukan penyelesaiannya yang substantif,” Koordinator Gerakan Bersama Buruh/Pekerja BUMN (Geber BUMN) Achmad Ismail di Jakarta, Rabu (28/2).

Ribuan massa itu berasal dari 16 organisasi pekerja di lingkungan BUMN diantaranya, Serikat Pekerja Container (SPC), Awak Mobil Tangki (AMT) Pertamina, Jasa Armada Indonesia (JAI), Serikat Pekerja Baja Cilegon, dan Federasi Serikat Pekerja Pelabuhan Indonesia.

Para buruh menggelar jalan kaki ke Kantor Kementerian BUMN dan kemudian menuju Istana Negara Jakarta.

“Buruh mengajukan lima poin tuntutan kepada pemerintah. Pertama, segera jalankan rekomendasi Panja OS BUMN Komisi IX DPR RI dan hapuskan sistem kerja ‘outsourcing’ di BUMN. Kedua, Angkat pekerja outsourcing menjadi pekerja tetap di BUMN, bayarkan hak-hak normatifnya serta hentikan pemberangusan serikat di BUMN,” kata dia.

Ketiga, wujudkan Tim Percepatan Penyelesaian OS BUMN dengan SK Bersama Dua Kementerian (KemenBUMN dan Kemnaker) dengan melibatkan GEBER BUMN.

Kemudian, Pengambilalihan penanganan permasalahan outsourcing BUMN oleh Presiden secara langsung. Kelima, segera wujudkan Rapat Kerja Gabungan guna menuntut pertanggungjawaban Presiden, Kementerian BUMN, dan Kementerian Ketenagakerjaan terhadap permasalahan outsourcing di BUMN.

Meski Pemerintah dan Panja Komisi IX DPR RI sudah menyepakati akan pelaksanaan rekomendasi Panja OS BUMN, namun perusahaan-perusahaan BUMN tetap tak bergeming. Perusahaan-perusahaan negara ini terus bermanuver dan terus mencari pembenaran bersama segenap oknum di pemerintahan di kedua kementerian (BUMN dan Ketenagakerjaan) guna memoderasi esensi pelaksanaan rekomendasi.

Akibatnya, lanjut dia, hak-hak pekerja buruh outsourcing di BUMN untuk dapat hidup layak pun semakin menjauh. Praktik hubungan kerja yang menyimpang, penganiayaan hak-hak normatif pekerja serta kebebasan berorganisasi dan berserikat menjadi terus terancam.

Bahkan kini, “spektrum” nya meluas, seiring munculnya kasus kasus baru dan perlakuan kesewenang-wenangan yang tampak nyata dilakukan oleh perusahaan-perusahaan negara melalui “kaki-kaki tangannya” yang teridentifikasi sebagai vendor.

“Pasca dikeluarkannya rekomendasi Panja di tahun 2013, mestinya kasus ketenagakerjaan di BUMN khususnya outsourcing, bisa terselesaikan. Faktanya, praktik hubungan kerja yang menyimpang itu cenderung malah terus mengeksploitasi hak-hak pekerjanya secara masif,” kata dia.

Kepastian kelangsungan kerja yang kerap dikebiri, kontrak kerja yang terus berulang-ulang dengan jangka waktu yang pendek, perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja tidak diprioritaskan hingga upah dan jam kerja yang timpang.

Belum lagi soal adanya diskriminasi. Pemberian fasilitas kesehatan, dan uang jasa bonus yang berbeda misalnya. Efeknya, PHK pun seringkali dan mudah terjadi, baik secara sepihak ataupun “dikondisikan”.

Terbaru, perusahaan BUMN malah menciptakan model baru di soal kontrak kerja bagi pekerja outsourcingnya yaitu pekerja permanen (tetap) tapi berdurasi 5 tahun, sesuai usia ataupun kelangsungan dari proyek yang didapat.

“Perusahaan BUMN sudah menciptakan aturan diluar undang-undang ketenagakerjaan yang ada. Korban PHK serta pelanggaran hukum Ketenagakerjaan lainnya terdata oleh GEBER BUMN, mencapai ribuan orang,” pungkas dia.