Petugas berada di dekat gardu listrik tegangan tinggi di PLN Pusat Pengatur Beban (P2B) Jawa-Bali di Gandul, Depok, Jawa Barat (24/12). PLN memproyeksikan beban puncak konsumsi listrik saat perayaan Natal dan Tahun Baru 2017 akan berkurang 18 hingga 24 persen dibandingkan pada kondisi pemakaian litrik di hari kerja biasa. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/foc/16.

Jakarta, Aktual.com – PT PLN (Persero) mencoba bermain-main dengan dana subsidi listrik melalui rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2018 yang diajukan kian besar dari anggaran sebelumnya atau anggaran tahun berjalan.

Kejanggalan ini tidak luput dari perhatian anggota DPR Komisi VII, Harry Purnomo yang mengkritik keras pada saat pertemuan dengan Menteri ESDM, Ignasius Jonan dalam pembahasan rancangan anggaran tahun 2018.

Menurut Harry, perusahaan plat merah itu tidak pantas mengelembungkan anggaran subsidi hingga hampir mencapai Rp 12 triliun, pasalnya pada tahun berjalan PLN telah memperoleh alokasi subsidi sebesar Rp 44,98 triliun.

Dalam perjalanan anggaran itu juga tidak sepenuhnya diserap karena PLN telah menerapkan kebijakan pencabutan subsidi sebanyak 19 juta pelanggan 900 VA.

Dari selisih ini, terdapat kelebihan alokasi subsidi yang dimasukkan menjadi keuangan korporasi. Seharusnya lanjut Harry dana itu dapat menambal kebutuhan subsidi pada tahun nanti dan pengajuan subsidinya pada pembahasan APBN kian kecil. Tapi anehnya yang terjadi malah pengajuan subsidi kian besar yakni mencapai Rp 56 triliun.

“PLN itu sekarang sudah mendapatkan kelebihan karena ada pemotongan jumlah yang harus disubsidi pada pelanggan 900 VA. Dengan itu, ada sisa anggaran subsidi tahun lalu, itu masuk ke perusahaan. Mestinya tahun berikutnya nggak perlu subsidi lagi, tapi kenapa pengajuan subsidinya malah naik pada anggaran untuk tahun yang akan datang,” kata Harry kepada Aktual.com, Selasa (13/6).

“Anggaran tahun ini Rp 44,98 triliun dan untuk tahun depan dia mengajukan Rp 56 triliun, meningkat hampir Rp 12 triliun. Berlebihan menurut pandangan sayap, itu harus dievaluasi lagi,” tegasnya.

Harry juga mengkritisi klaim PLN selama ini telah melakukan efisiensi yang jauh lebih baik, hal ini tidak sinkron dengan kenyataan kenaikan tarif dan besarnya pengajuan subsidi yang dilakukan oleh PLN.

“Tambah lagi PLN berkali-kali rapat dengan konisi VII dan mengklaim jauh efisein dibanding sebelumnya. Artinya biaya produksi listrik lebih rendah, maka harusnya nggak perlu subsisi lagi,” pungkasnya.

(Dadangsah Dapunta)

Artikel ini ditulis oleh: