# Pertamina Terancam Gagal?
Dalam laporan keuangan, Direktur Utama Pertamina Elia Massa Manik memaparkan, sepanjang 2017 mengantongi pendapatan sebesar US$42,86 miliar. Namun laba bersih turun dari USD3,15 miliar di 2016 menjadi USD2,4 miliar di 2017 atau Rp36,4 triliun (kurs Rp 13.500).
Untuk tahun 2018, Pertamina menganggarkan belanja modal (capital expenditure/capex) USD5,59 miliar. Dari angka itu 59% dialokasikan untuk hulu, 15% untuk pemasaran, 15% untuk mega proyek, 5% untuk gas, 3% untuk pengolahan dan 3% riset dan pendukung lainnya.
Melihat penugasan blok terminasi ke PT Pertamina, Direktur Eksektutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa meminta pemerintah untuk mengkaji ulang. Pasalnya, tujuan awal Pertamina mengelola blok terminasi agar produksi migas konstan atau tidak mengalami penurunan. Namun produksi seperti itu tentu harus dibarengi dengan injeksi kapital.
“Kalau blok itu tidak ekonomis lalu dibebankan semuanya ke Pertamina, maka kapital dia bisa habis,” kata Fabby.
Melihat hal tersebut, anggota Komisi VII DPR Kardaya Warnika menilai penunjukkan Pertamina sebagai operator blok terminasi berpotensi merugikan BUMN tersebut.
“Kalau ternyata gagal mengelola blok tersebut, tentu akan mengganggu kinerja perseroan. Seharusnya mereka bisa menolak dan melakukan kajian dulu jika ditawarkan sebagai operator. Tapi kan sebagai BUMN, Pertamina harus mau menerima perintah dari pemerintah,” jelasnya.
Selain itu, penugasan blok terminasi yang diberikan pemerintah kepada PT Pertamina (Persero) akan merugikan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) sebelumnya, sekaligus berpotensi memberatkan BUMN migas itu sendiri. Contohnya yaitu hilangnya China National Offshore Oil Corporation (CNOOC) dan PT Saka Energi Indonesia dalam daftar pemegang hak partisipasi (PI) anyar blok Southeast Sumatra (SES). Padahal CNOOC sebelumnya memegang PI SES sebesar 65,54 persen dan Saka Energi Sumatra memiliki PI 8,91 persen. Namun, dalam daftar pemegang PI terbaru hanya ada nama Pertamina sebagai operator dan PT GHJ SES Indonesia sebagai mitranya.
Bahkan nama Saka Energi dan beberapa kontraktor lama juga tidak nampak sebagai pemegang hak partisipasi blok Sanga-sanga di Kalimantan Timur. Pertamina akan bermitra dengan PT Karunia Utama Perdana dan Opicoil Houston Inc. Sementara, Vico sebagai operator terdahulu bersama Saka Energi, Virginia International Co, Universe Gas & Oil Company Inc, dan LASMO Sanga-sanga mengundurkan diri.
“Mundurnya CNOOC karena mereka tidak tertarik untuk menjalin kerja sama dengan Pertamina. Selain itu, ada dua penyebab lain seperti kapasitas minyak yang sudah habis dan iklim investasi yang tidak menarik,” pungkasnya.
Penulis: Ismed Eka Kusuma dan Dadangsah
Artikel ini ditulis oleh:
Eka