Semenjak terjadinya erupsi gunung Agung, jumlah penumpang tujuan Bali terjadi penurunan sekitar 15 persen. (ilustrasi/aktual.com)

‎Karangasem, Aktual.com – Hingga kini, Gunung Agung dengan ketinggian 3.142 mdpl di Kabupaten Karangasem, Bali masih kritis. Statusnya masih awas dan aktivitas vulkanik di perut Gunung Agung masih tinggi.

Pengamatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) selama 24 jam kemarin hari, Rabu 18 Oktober 2017, setidaknya 4 kali Gunung Agung dihantam tremor non-harmonic, gempa vulkanik dangkal sebanyak 266, vulkanik dalam 679, tektonik lokal 102 dan tektonik jauh 4 kali. Keseluruhan, Gunung Agung dibombardir sebanyak 1.051 gempa dan 4 kali tremor non-harmonic.

Kepala Sub Bidang Mitigasi Gunung Api Wilayah Timur PVMBG, Devy Kamil Syahbana menegaskan, tak ada yang pernah tahu kapan Gunung Agung akan kembali ke tingkat normal.

“Kapan dia stabil, itu tidak ada yang tahu kapannya. Karena kebiasaan gunung itu kayak kebiasaan orang. Punya kebiasaan masing-masing. Biasanya di gunung lain dengan intensitas gempa di atas seribu dia sudah meletus. Ternyata kan dia (Gunung Agung) tidak sama dengan gunung lain yang biasanya itu,” kata Devy di Pos Pengamatan Gunung Api Agung di Desa Rendang, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Kamis (19/10).‎

Kemarin, Devy melanjutkan, meski dihantam ribuan gempa, toh nyatanya Gunung Agung masih berdiri kokoh. ‎”Kemarin dibombardir gempa sampai di atas seribuan tetap aja dia tidak meletus. Artinya apa, ada kompleksitas setiap gunung itu. Ada unicness,” ujarnya.

Untuk Gunung Agung, Devy melanjutkan, ini merupakan kali pertama pengamatan terlengkap sejak meletus 54 tahun silam.”Nah, untuk Gunung Agung ini adalah pengalaman instrumental pertama. Sebelum letusan tahun 1963 belum pernah ada pengukuran. Sekarang kita sudah dilengkapi sejumlah perlatan. Ini waktu pertama bagi kita untuk menjadi saksi ‎instrumental aktivitas Gunung Agung,” ujarnya.

Ia berharap nantinya hasil pengamatan PVMBG dapat dijadikan rujukan untuk mempelajari pola Gunung Agung. “Apakah nantinya meletus atau tidak, pasti kita belajar sesuatu dari sini dan ini bisa menjadi banch mark atau rujukan mitigasi ke depan,” tambah Devy.

Laporan: Bobby Andalan

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Andy Abdul Hamid