Jakarta, Aktual.com- Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Manahan M.P. Sitompul, Memberikan Restu untuk Penggunaan Hak Angket oleh DPR Terkait Putusan MK tentang Syarat Batas Usia Capres-Cawapres
Pada Rabu (1/11), Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Manahan M.P. Sitompul, menyatakan bahwa dia tidak keberatan jika Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggunakan hak angket terkait putusan MK tentang syarat batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Meskipun demikian, Manahan mengingatkan DPR untuk mematuhi prosedur yang berlaku dalam penggunaan hak angket.
“Lihat prosedurnya lah kalau memang ada prosedur untuk itu ya silakan kalau enggak ya jangan dibuat-buat. Gitu ya,” kata Manahan di Gedung MK, Rabu (1/11).
Manahan memberikan komentarnya setelah menjalani sidang Majelis Kehormatan MK yang menyoroti dugaan pelanggaran etik hakim dalam putusan yang mengatur syarat batas usia calon presiden dan calon wakil presiden, yang dianggap kontroversial oleh sebagian pihak.
Dalam pemeriksaan tersebut, Manahan mengungkapkan bahwa dia dengan mudah menjawab pertanyaan yang diajukan, dan keterangannya tidak terlalu rumit.
“Jadi saya jawab sebagaimana apa yang saya ketahui saja, sehingga selesai saya diminta keterangan, kira-kira keterangannya juga biasa enggak terlalu menjelimet. Saya jawabnya juga biasa,” ujar Manahan.
Putusan MK mengenai syarat batas usia capres dan cawapres telah menjadi topik kontroversi, karena memungkinkan seseorang yang berusia di bawah 40 tahun untuk maju dalam pemilihan presiden, asalkan pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah.
Keputusan ini membuka jalan bagi Gibran Rakabuming Raka, anak sulung Presiden Joko Widodo, yang belum mencapai usia 40 tahun, untuk mencalonkan diri sebagai cawapres bersama Prabowo Subianto dalam Pilpres 2024.
Baru-baru ini, anggota DPR Fraksi PDIP, Masinton Pasaribu, mengusulkan penggunaan hak angket untuk menyelidiki putusan MK terkait syarat capres dan cawapres. Dalam interupsi di Rapat Paripurna DPR RI, Masinton menyatakan bahwa putusan MK tersebut telah mengakibatkan “tragedi konstitusi” dan disebutnya sebagai “tirani konstitusi.”
Dia menegaskan bahwa usulnya tentang hak angket tidak hanya mencerminkan kepentingan partai politik atau salah satu pasangan calon presiden dan cawapres, melainkan juga merupakan upaya untuk menjaga mandat konstitusi, reformasi, dan demokrasi di Indonesia.
“Saya bicara tentang bagaimana kita menjaga mandat konstitusi menjaga mandat reformasi dan demokrasi ini,” ujar dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Ilyus Alfarizi