Pasukan Brigade Al Qassam, dari sayap militer Hamas - foto X

Gaza, Aktual.com – Hamas mengatakan akan segera membebaskan sandera warga negara Amerika Serikat (AS) terakhir yang masih hidup yang ditawan di Gaza, setelah perundingan baru dengan AS mengenai kesepakatan gencatan senjata dengan Israel.

Dilansir dari Bloomberg, Senin (12/5), pembebasan tentara Israel berusia 21 tahun  Alexander Idan, yang merupakan warga negara AS, merupakan langkah menuju tercapainya kesepakatan gencatan senjata baru di Gaza. Hal tersebut disampaikan kelompok militan Palestina pada Minggu malam (11/5) waktu setempat, dalam sebuah pernyataan di Telegram.

Meskipun Hamas tidak mengatakan kapan Alexander akan dibebaskan, pemerintah Israel mengatakan pada Senin pagi bahwa pembebasan itu dapat terjadi dalam 24 jam ke depan. Respon Presiden AS Donald Trump dalam merespon sikap Hamas ini menyambut baik rencana ini. ”Perkembangan ini dapat membantu mengakhiri perang yang sangat brutal ini, dan mengembalikan semua sandera dan jenazah yang masih hidup kepada orang-orang yang mereka cintai,” tulis Trump di akun media sosialnya.

Alexander sendiri adalah seorang prajurit yang bertugas di unit infanteri elite di perbatasan Gaza, diketahui sebagai sandera Amerika terakhir yang tersisa di Gaza yang masih hidup. Pembebasannya, kata pernyataan itu, akan menjadi salah satu dari beberapa langkah yang bertujuan untuk memfasilitasi gencatan senjata, membuka kembali penyeberangan perbatasan dan mengizinkan bantuan kemanusiaan dan pasokan bantuan ke Jalur Gaza.

Hamas juga menyatakan kesediaannya untuk memasuki negosiasi intensif dan segera yang bertujuan untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata final, pertukaran tahanan yang disetujui bersama, dan pembentukan badan profesional independen untuk memerintah Gaza.

Sedangkan Israel tampaknya tidak banyak bicara mengenai pembicaraan antara Washington dan Hamas, yang ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh AS dan banyak negara lain. Israel telah memerangi kelompok yang didukung Iran di Gaza sejak Hamas menyerang negara itu pada Oktober 2023.

”AS telah memberitahu Israel tentang niat Hamas untuk membebaskan tentara Edan Alexander sebagai isyarat kepada Amerika, tanpa syarat atau imbalan apapun,” kata kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam sebuah pernyataan. Negara itu tidak berkomitmen pada gencatan senjata, dan hanya akan menyetujui koridor aman untuk memungkinkan transportasi Alexander, tambahnya.

Pada bulan Maret, AS menolak usulan serupa dari Hamas untuk pembebasan Alexander setelah kedua belah pihak berunding di Qatar. Saat itu, Israel menyatakan keberatannya terhadap gagasan tersebut — yang oleh banyak orang di Israel dianggap lebih menguntungkan satu sandera daripada yang lain — dan terhadap AS yang mengadakan negosiasi dengan Hamas.

Pengumuman AS dan Hamas itu disampaikan sesaat sebelum perjalanan Trump ke Teluk. Direncanakan, Trump tiba di Arab Saudi pada hari Selasa (13/5), sebelum menuju Qatar dan Uni Emirat Arab. Trump sendiri belum berencana singgah di Israel.

Sementara Hamas mengatakan ingin agar penyeberangan perbatasan Gaza dibuka, dan bantuan diizinkan masuk ke wilayah yang dilanda perang itu. Israel menghentikan aliran makanan dan bantuan lainnya serta melanjutkan serangan udara sejak bulan Maret lalu, setelah berakhirnya gencatan senjata selama sekitar dua bulan, yang telah mengakibatkan puluhan sandera dibebaskan sebagai imbalan atas warga Palestina yang dipenjara.

Pemerintah Israel sendiri saat ini berada di bawah tekanan berat di dalam negeri untuk berunding guna membebaskan 59 sandera yang tersisa, sekitar 24 di antaranya diyakini militer Israel masih hidup.

Mediator Mesir dan Qatar menyambut baik langkah tersebut, dengan mengatakan bahwa hal itu mendorong dimulainya kembali perundingan mengenai gencatan senjata di Gaza, pembebasan tahanan Palestina dan sandera Israel, serta aliran bantuan kemanusiaan, menurut pernyataan Kementerian Luar Negeri Qatar. Perserikatan Bangsa-Bangsa telah memperingatkan tentang krisis kemanusiaan yang sedang berlangsung di Gaza karena kurangnya bantuan.

Untuk diketahui, Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober 2023, menewaskan 1.200 orang dan menyandera 250 orang, yang mana lebih dari 100 orang telah dibebaskan dalam gencatan senjata awal bulan berikutnya. Serangan Israel berikutnya dan yang sedang berlangsung di Gaza telah menewaskan lebih dari 52.800 orang, termasuk wanita, anak-anak, dan orang tua, sesuai laporan Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas, termasuk ratusan tentara Israel.

Sedangkan Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan November 2024 lalu terhadap PM Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza. Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas perangnya di daerah kantung tersebut.

(Indra Bonaparte)