Pekerja membuat bakso sapi di Kampung Bantargedang, Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin (10/8). Akibat harga daging sapi naik mencapai Rp 120ribu per kilogram, produsen bakso menaikan harga jual bakso sapi menjadi Rp2.500 per butir dari harga Rp1.500 atau naik Rp 1.000 per butirnya. ANTARA FOTO/Adeng Bustomi/pras/15

Jakarta, Aktual.com —  Produsen bakso di Kabupaten Bogor, Jawa Barat memperkecil ukuran bakso untuk menyiasati harga daging sapi dan ayam yang mahal agar usahanya tetap berjalan.

“Satu-satunya cara ya ukuran diperkecil. Kalau naikkan harga, pembeli bisa kabur,” kata Arif Pramana, seorang produsen baso bakar di Kampung Babakan, Desa Tarikolot, Bogor, Jumat (21/8).

Arif mengatakan saat harga normal, lima kilogram gilingan daging baso bisa mendapatkan 1.000 tusuk. Seteleh memperkecil ukuran, dengan berat daging giling yang sama, ia bisa mendapat 1.300 tusuk baso bakar.

Baso bakar yang diproduksi secara rumahan dipasarkan ke sejumlah koperasi yang ada di wilayah Citereup, Ciluar, sekolah di Sukaraja, dan koperasi di kantor pemerintahan yang ada di Cibinong.

“Sehari saya produksi 1.500 tusuk baso bakar. Setiap koperasi atau sekolah saya pasok 100 tusuk. Saya juga melayani pesanan untuk pernikahan, kalau ada pesanan produksi lebih dari 1.500 tusuk,” katanya.

Sejak harga daging sapi dan daging ayam melambung, ia kewalahan menyiasati usaha yang baru dirintisnya selama enam bulan. Ongkos produksi menjadi naik seperti upah giling daging Rp270 ribu kini naik menjadi Rp350 ribu.

“Harga daging ayam sekarang masih Rp40 ribu sampai ada yang jual Rp50 ribu per kg. Kalau daging sapi ada yang jual Rp115 ribu dan Rp120 ribu per kg,” kata Arif.

Ia mengatakan aksi mogok yang dilakukan pedagang daging sapi dan ayam berimbas kepada usahanya.

Harga daging dan kebutuhan pokok yang mahal mengakibatkan biaya produksi meningkat yang biasanya berkisar antara Rp450 -Rp500 ribu kini menjadi Rp700 ribu.

Arif menambahkan, memperkecil ukuran baso menjadi salah satu solusi untuk tetap bertahan berjualan di tengah situasi harga kebutuhan pokok yang tidak menentu.

“Kalau minggu lalu pusing karena mahal dan daging hilang dipasaran, sekarang masih pusing karena harga belum normal,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka