Sejumlah petugas dari Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (KOKAM) berjaga di sekitar tenda saat proses autopsi jenasah terduga teroris Siyono di Brengkungan, Pogung, Cawas, Klaten, Jawa Tengah, Minggu (3/4). Autopsi dilakukan oleh pihak keluarga dengan bantuan dari Komnas HAM dan Muhammadiyah tersebut melibatkan sembilan dokter forensik dari Muhammadyah dan satu orang dokter forensik dari Polda Jawa Tengah, guna mencari bukti kebenaran atas meninggalnya terduga teroris Siyono setelah ditangkap oleh tim Densus 88 pada Rabu (9/3) lalu. ANTARA FOTO/ Aloysius Jarot Nugroho/aww/16.

Jakarta, Aktual.com — Hasil autopsi yang dilakukan tim dokter forensik dari perhimpunan dokter forensik Indonesia cabang Jawa Tengah dan Komnas HAM di Jakarta memaparkan hasil autopsi jasad terduga teroris Siyono.

Terdapat empat poin yang diperoleh dari hasil autopsi, pertama, tidak benar bahwa telah dilakukan autopsi sebelumnya terhadap jenazah Siyono.

Kedua, tidak benar ada indikasi kematian oleh pendarahan yang hebat di kepala. Ketiga, penyebab kematian Siyono karena patah tulang dada yang mengenai jantung.

Keempat, tim dokter forensik tidak menemukan adanya indikasi perlawanan korban dari tidak adanya luka tangkis yang bentuknya perlawanan.

Tindakan autopsi forensik terhadap jasad Siyono dilakukan oleh sembilan dokter forensik dari perhimpunan dokter forensik Indonesia cabang Jawa Tengah dan satu dokter forensik dari Polda Jawa Tengah. Tim dokter forensik tersebut diketuai oleh dokter Gatot Suharto.

Autopsi dilakukan pada Minggu (3/4) pagi di tempat pemakaman Siyono di Klaten, Jawa Tengah. Hasil autopsi muncul setelah tujuh hari pascaautopsi karena dilakukan pemeriksaan mikroskopis.

Terduga teroris Siyono, warga Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, setelah ditangkap oleh Densus 88 Mabes Polri dikabarkan meninggal dunia di Jakarta, Jumat (11/3). Pihak keluarga, terutama istri Siyono, Suratmi, meminta keadilan terkait dengan meninggalnya suaminya.

Komnas HAM mencatat Siyono menjadi orang yang ke-121 yang tewas setelah ditangkap Densus 88 Antiteror sejak satuan khusus Polri untuk penanggulangan terorisme itu dibentuk 26 Agustus 2004.

Haris Azhar mengatakan pemaparan hasil autopsi jenazah Siyono membawa pesan penting bahwa memberantas terorisme harus profesional dan bermartabat.

“Kenapa terorisme masih ada, karena penegakan hukumnya amburadul. Komnas HAM melakukan suatu tindakan forensik dan profesional yang mudah-mudahan bisa jadi cermin, bahwa setelah ini harus ada evaluasi,” kata Koordinator KontraS Haris Azhar.

Menurut dia, hasil autopsi dapat digunakan oleh Komnas HAM dan ormas-ormas lain untuk menuntut agar kebenaran diungkap dan segala akibat buruk harus ada kompensasinya.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Wisnu