Ilustrasi- Dajjal

Jakarta, Aktual.com– Kita telah ketahui bahwa setiap Rasul memiliki julukan-julukannya tersendiri, seperti Khalilullah, Kalimullah, Abul Basyr, Ruhullah, Habibullah dan lain-lain.

Nabi Musa as dijuluki Kalimullah, saat itu ia berbicara dengan Allah SWT di gunung Thursina. Ketika Bani Israil mengetahui bahwa Nabi Musa as dijuluki sebagai kalimullah. Mereka berkata kepadanya, “Kita sedang berada di masa paceklik, mintalah kepada Allah SWT makanan yang bisa kita makan untuk sehari-hari.”

Nabi Musa as pun meminta kepada Allah, lalu mereka diberi makanan berupa manna dan salwa. Karena manusia mempunyai sifat bawaan yang selalu kurang dan merasa tidak cukup, Bani Israil pun meminta lagi kepada Nabi Musa as untuk memberikan kepada mereka makanan-makanan yang lebih banyak dan lebih variatif lagi.

Karena Nabi Musa as mengetahui tabiat kaumnya, Ia pun enggan untuk memintakannya apa yang diinginkan kaumnya kepada Allah SWT.

Pada saat itu juga, Iblis La’natullah mengetahui derajat Nabi Musa as yang sekarang. Iblis pun menemui Nabi Musa dan berkata kepadanya, “Wahai Musa, kamu ini orang yang dekat kepad Allah SWT, tolong mintakan kepada Allah bagaimanan caraku tobat kepada-Nya.”

Nabi Musa as bermunajat kepada Allah, setelah mendapatkan jawabannya Ia datang menemui Iblis dan berkata, “Wahai Iblis, Allah SWT memberikanmu waktu untuk tobat. Karena dahulu engkau enggan bersujud kepada Adam as, sekarang engkau sujud ke makam Nabi Adam di sana. Dengan sujud, Allah menerima taubatmu.”

Dengan angkuh dan sombongnya iblis berkata, “Bagaimana mungkin aku sujud kepada Adam yang sudah mati. Waktu masih hidup saja aku tidak mau sujud kepadanya.” Setelah itu Iblis pergi dan pada akhirnya ia tidak bertaubat kepada Allah.

Dari dua kisah di atas terdapat perbedaan yang sangat jauh. Manusia yang dijadikan dekat kepada Nabi Musa dan menjadi pengikut setianya ketika bertemu dengan Nabi Musa, mereka hanya meminta perkara-perkara dunia saja sedangkan perkara akhirat tidak ia minta sekecilpun.

Berbeda halnya dengan Iblis la’natullah. Padahal ia sendiri sudah ditakdirkan menjadi pembangkang yang akhirnya akan masuk neraka tetapi masih sempat bertanya bagaimana caranya taubat kepada Allah.

Lalu bagaimana dengan kita? apa yang biasa kita lakukan ketika bertemu dengan ulama-ulama? Apakah hanya meminta perkara dunia tanpa meminta untuk didoakan supaya hati kita bersih?

Semoga kisah di atas bisa menjadi perenungan untuk kita.

Aamiin

Waallahu a’lam

(Rizky Zulkarnain)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arie Saputra