Holding BUMN membuka peluang asing akuisisi BUMN. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Ekonom senior INDEF dan UI, Faisal Basri mengkritisi kebijakan pemerintah terkait holding BUMN, baik itu holding tambang maupun holding BUMN. Karena kebijakan holding adalah kebijakan ngaco.

Menurut Faisal, kalau mau membesarkan BUMN yang berdaya saing tinggi, bukan melakukan holding melainkan kebijakan merger lebih tepat.

Ekonom Faisal Basri
Ekonom Faisal Basri

“Ini (holding) pemikiran sesat dari Rini Soemarno (Menteri BUMN) dan Jokowi nurut saja. Memang Presiden itu tak perlu pintar, tapi menterinya harus pintar. Bukan yang punya kepentingan seperti Rini dan Luhut Binsar Panjaitan (Menteri Koordinator Sumber Daya dan Energi),” kata Faisal di Jakarta, ditulis Jumat (24/11).

Menurutnya, dirinya dari dulu sangat menentang kebijakan holding, baik itu holding tambang maupun holding perbankan. Apalagi perusahaan yang dijadikan induknya itu tak sebesar yang di bawahnya. Seperti PT Inalum (Persero) atau PT Danareksa (Persero).

“Kuncinya itu bukan holding tapi konsolidasi dengan merger. Coba lihat Danareksa dan Inalum itu mau jadi holding. Ngaco itu. Ini bukti state capitalism. Mereka jadi induk bukan karena bagus atau capabale, melainkan karena 100 persen milik pemerintah. Itu ngaco. Tak peduli mau kecil atau jelek,” ketus Faisal.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Dadangsah Dapunta
Editor: Andy Abdul Hamid