Jakarta, Aktual.co — Kelompok aktivis hak-hak asasi manusia Human Rights Watch (HRW) mendesak Presiden RI Joko Widodo bersikap tegas untuk memperbaiki kesalahan pemerintahan sebelumnya, terutama di bidang intoleransi dan hak-hak perempuan. Mereka menilai masa-masa terakhir pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kondisi HAM Indonesia malah memburuk. “Presiden Widodo telah bicara soal perlunya penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia di Indonesia,” kata Phelim Kine, deputi Direktur HRW wilayah Asia, dalam rilis yangdirilis Tempo, Jumat, 30 Januari 2015. “Dia perlu mewujudkan kata-katanya dalam tindakan nyata.”
Aktivis HAM internasional itu menilai tantangan yang dihadapi Jokowi sangat besar, lantaran mewarisi masalah sektarian yang memburuk serta impunitas aparat keamanan dari SBY. HRW mencatat beberapa kemajuan penting pemerintah Indonesia pada 2014. Antara lain pengesahan Undang-undang Kesehatan Jiwa oleh DPR-RI Juli lalu. Juga janji Jokowi yang secara eksplisit menyatakan akan menyelidiki kasus penghilangan paksa pada 1998. “Pemerintah Widodo harus cepat melindungi agama minoritas dari pelecehan, intimidasi dan kekerasan kelompok militan,” kata HRW.
Sejumlah kekhawatiran akan meningkatnya intoleransi terjadi saat militan Islam menyerang penerbit buku Julius Felicianus di Yogyakarta saat dia dan keluarga menggelar ibadah doa pada 29 Mei 2014. Dalam insiden itu, tujuh orang luka-luka akibat pukulan tongkat kayu dan besi. Polisi menangkap tersangka pemimpin penyerangan, tetapi kemudian melepaskannya setelah aparat setempat menekan Felicianus mencabut tuntutan “demi menjaga kerukunan beragama.”
HRW menilai untoleransi keagamaan yang dipicu peraturan daerah juga masih menjadi masalah serius di Indonesia. September lalu, parlemen Aceh meloloskan dua aturan yang memberlakukan hukum Islam terhadap warga non-Muslim, kriminalisasi alkohol, hubungan sesama jenis serta perzinahan dimana para pelanggar terancam hukuman maksimal 100 cambukan dan 100 bulan penjara. Selama satu dekade terakhir, Indonesia juga mengalami kemunduran soal hak-hak perempuan. Selain aturan wajib mengenakan jilbab, HRW menyoroti tes keperawanan terhadap calon polisi wanita. HRW juga berharap agar pemerintahan Jokowi membuka akses bagi media asing ke Papua.
Direktur HAM dan Kemanusiaan, Kementerian Luar Negeri RI, Dicky Komar mengatakan wajar jika terdapat harapan tinggi terhadap pemerintahan Jokowi-JK yang berkomitmen pro-rakyat. “Namun dalam masa hanya tiga bulan, rasanya kurang pas untuk mengukur implementasi komitmen pemerintah Jokowi-JK,” kata Dicky. 
Dia menegaskan pemerintah RI senantiasa membuka diri untuk melibatkan diri dengan berbagai pihak, khususnya mekanisme HAM global, regional dan bilateral bagi kemajuan terus menerus, upaya pemajuan dan perlidungan HAM di Indonesia. “Indonesia memandang mekanisme pelaporan di bawah PBB sebagai acuan resmi,” kata dia. Laporan World Report 2015 setebal 656 halaman yang dirilis HRW kemarin, mengkaji pelaksanaan HAM di 90 negara. Di ulasan pembukanya, Direktur Eksekutif HRW Kenneth Roth mendesak negara-negara mengakui bahwa HAM memberikan panduan moral yang efektif di masa penuh gejolak, dan pelanggarannya dapat memicu atau memperburuk tantangan keamanan.