Walaupun tumbuh lebih lambat, CORE meyakini penanaman modal tetap bruto di tahun 2019 masih berpotensi tumbuh di kisaran 5 – 6%. Investasi di sektor jasa diprediksi menjadi penopang pertumbuhan investasi tahun depan, di antaranya, investasi yang terkait dengan proyek-proyek infrastruktur. Anggaran belanja infrastruktur yang terkait ekonomi dalam APBN 2019 mencapai Rp 420,5 triliun, lebih besar dibanding anggaran tahun ini yang mencapai Rp 410 triliun.
Meskipun investasi pemerintah untuk pembangunan infrastruktur telah mendorong pertumbuhan investasi di sektor tersier, investasi di sektor sekunder (manufaktur) diperkirakan masih akan terus mengalami kontraksi. Kontraksi investasi di sektor ini yang terjadi sejak 2017 terus berlanjut hingga 2018. Selama tiga kuartal pertama tahun 2018, investasi sektor sekunder mengalami penurunan 24% untuk PMA dan 13% untuk PMDN, lebih kontraktif dibanding periode yang sama tahun 2017 yang masing-masing turun 23% (PMA) dan 3% (PMDN).
“Untungnya, konsumsi rumah tangga sudah mulai menguat sejak triwulan kedua tahun ini dan diperkirakan relatif stabil hingga tahun depan walaupun ada tekanan pelemahan Rupiah. Indikasi menguatnya konsumsi rumah tangga terlihat dari sejumlah indikator. Di antaranya penjualan riil, penjualan kendaraan bermotor dan peningkatan proporsi pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi,” terangnya.
Indeks penjualan riil yang mengalami penurunan tajam sejak semester kedua 2016 telah menunjukkan pemulihan sejak triwulan kedua tahun 2018. Walaupun kemudian ada sedikit pelemahan pada triwulan ketiga, secara year on year tetap lebih tinggi dibanding triwulan yang sama tahun 2017. Penjualan kendaraan bermotor sepanjang Januari hingga September 2018 tumbuh 6,55% (mobil) dan 8,80% (sepeda motor), jauh lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya tumbuh 2,68% untuk mobil, bahkan kontraksi 0,26% untuk sepeda motor. Sejalan dengan itu, proporsi pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi yang sempat turun hingga 63% pada Januari 2017, sejak triwulan kedua 2018 meningkat hingga mencapai 67,7% pada Oktober 2018. Sebaliknya proporsi pengeluaran untuk tabungan menurun dari 22,4% pada Maret 2018 menjadi 19,6% pada Oktober 2018.
CORE memprediksikan pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang menjadi penopang utama ekonomi domestik masih bertahan pada level 5%. Sejumlah kebijakan pemerintah yang bertujuan mendorong peningkatan income dan daya beli diprediksi dapat menjaga tingkat konsumsi masyarakat. Antara lain, rencana penaikan gaji aparatur sipil negara (ASN) dan premi jaminan sosial bagi ASN, TNI dan POLRI, peningkatan bantuan sosial untuk rakyat miskin, serta kenaikan upah minimum. Selain itu, ajang pesta demokrasi di tahun depan diharapkan juga ikut mendorong konsumsi swasta. Alokasi belanja bantuan sosial, misalnya, meningkat 26,7% pada APBN 2019, setelah pada APBN 2018 meningkat 42,6%. Walaupun secara parsial efek dari masing-masing kebijakan tersebut terhadap keseluruhan konsumsi rumah tangga tidak terlalu besar[1], secara simultan tetap berpotensi memiliki daya dorong signifikan terhadap konsumsi rumah tangga di tahun depan.
Meski demikian, ada satu risiko yang berpotensi mengganggu stabilitas daya beli masyarakat di tahun 2019, yakni kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), termasuk BBM bersubsidi. Minimnya peningkatan alokasi anggaran subsidi energi pada APBN 2019 di tengah potensi peningkatan harga minyak dunia mengindikasikan bahwa harga BBM bersubsidi akan naik tahun depan. Apalagi di tahun ini saja anggaran subsidi energi membengkak dari yang sebelumnya dialokasikan dalam APBN 2018 lantaran harga minyak dunia yang meningkat lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya. Apabila harga BBM bersubsidi meningkat, maka kemungkinan peningkatan harga BBM non-subsidi lebih besar lagi di tahun depan. Jika hal itu benar terjadi, maka inflasi yang selama tiga tahun terakhir terjaga berpotensi akan kembali terkerek naik dan daya beli masyarakat secara keseluruhan pun akan tergerus. Jika tidak ada kenaikan harga BBM, inflasi sebenarnya dapat stabil pada kisaran 3,5%.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka