Gubernur Aceh, Zaini Abdullah bersama Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Laisani saat meninjau pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) SMA 3 Banda Aceh. Senin, (10/4). Foto: Aktual.com/Masriadi Sambo

Denpasar, Aktual.com – Sebagai bangsa besar yang banyak meluluskan sarjana IT tiap tahunnya, ternyata Indonesia minim tenaga programmer. Hal itu dikatakan oleh Ketua Yayasan Sekolah Tinggi Informatika dan Komputer (STIMIK) Primakara Denpasar, I Made Artana di sela seminar bertema ‘Code Your Future’ di Denpasar. Saking minimnya tenaga programmer, Artana menyebut Indonesia tengah darurat tenaga kerja profesional di bidang tersebut.

Itu sebabnya di Jakarta tenaga kerja programmer lebih banyak diisi oleh tenaga kerja asing, dalam hal ini India yang memang memiliki stok banyak programmer. Saat ini, ia menjelaskan, semua pihak baik swasta maupun pemerintah tengah berkonsentrasi terhadap pembentukan star-up.

“Bagaimana agar star-up atau usaha rintisan ini bisa hidup, gitu ya. Tapi ada satu kesejnangan, kita kekurangan programmer dalam jumlah yang banyak. Kita ini darurat, kekurangan programmer. Jadi, kita dalam kondisi darurat,” kata Artana Jumat (2/2).

Menurutnya, ada tiga bidang penting dalam membangun usaha rintisan digital yakni programmer, hustler dan hipster. Kalau programmer-nya kurang meski dua lainnya banyak, tentu usaha rintisan digital itu tidak akan bisa berjalan.

“Sama kayak restoran, ada tukang masak, tukang saji dan marketing. Kalau tukang saji dan marketing-nya siap, tapi tukang masaknya tidak ada, tidak bisa jalan. Pak Menteri Kominfo merancang acara ini untuk memotivasi anak-anak muda untuk belajar programming,” papar dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Andy Abdul Hamid