Nama Indonesia, yang dulu disebut Hindia Belanda, selalu di hati setiap sanubari para wisatawan yang datang ke negeri kita. Demikian juga para pejabat dan tentara Hindia Belanda yang dulu pernah berdomisili di negeri ini. Namun, jarang yang tahu siapa penemu pertama kali kata “Indonesia,” yang kemudian digunakan oleh Soekarno dan Mohammad Hatta untuk memproklamirkan kemerdekaan dengan nama Bangsa Indonesia.
Indonesia pertama kali dicetuskan oleh warga negara Inggris, yakni James Richardson Logan dan George Samuel Windsor Earl pada tahun 1850. Saat itu, George Samuel Windsor Earl mengusulkan nama “Malayunesia,” sedangkan James Richardson Logan memilih nama “Indunesia.” Kemudian, Logan mengganti huruf “U” dalam kata “Indunesia” dengan huruf “O,” sehingga menjadi “Indonesia.” Logan berpendapat bahwa “Indonesia” lebih cocok untuk menjadi istilah geografis, bukan etnografis, di mana Logan membagi Indonesia menjadi empat kawasan mulai dari Formosa hingga Taiwan. Setelah itu, dalam dunia penelitian geografis dan pemetaan dunia, seorang ilmuwan Jerman, Adolf Bastian, seorang etnolog, menulis setiap jurnalnya dengan kata “Indonesia” (Archipelago Eastern Asia, Journal of the Indian, Indonesien Order Die Inselin Des Malayschen Archypelago).
Dalam buku Sejarah Modern Indonesia, yang diterbitkan secara terbatas, Pramoedya Ananta Toer juga menyebut nama Logan sebagai orang pertama yang menemukan sebutan “Indonesia.”
Nama Indonesia mulai digunakan oleh para nasionalis dan intelektual pribumi pada awal abad ke-20. Istilah Indonesia digunakan dalam berbagai organisasi dan publikasi tertulis saat pra-kemerdekaan, termasuk pada 28 November 1928, saat Sumpah Pemuda dikumandangkan. Bahkan, salah satu tokoh revolusi dan pendiri bangsa, GSSJ Ratulangi, menamakan perusahaan asuransi jiwa di Bandung yang terletak di Jalan Braga dengan papan bertuliskan “Levensverzekering Maatschappij Indonesia.” Papan ini terlihat saat Bung Karno menghadiri acara perkumpulan pemuda di Bandung. Perusahaan asuransi jiwa tersebut didirikan oleh GSSJ Ratulangi pada tahun 1918, sebelum Sumpah Pemuda dan setelah berdirinya Boedi Oetomo pada tahun 1908.
Secara geografis, Indonesia berada di garis khatulistiwa dengan curah hujan yang tinggi dan kekayaan flora serta fauna yang melimpah. Sejak zaman dahulu, wilayah ini sudah dikenal oleh bangsa Portugis, termasuk Vasco da Gama, serta oleh ilmuwan dunia Islam terkemuka, Ibnu Batutah, yang pernah meneliti wilayah Sumatera, termasuk Samudera Pasai dan Kota Barus, penghasil kapur barus. Muara Enim, Sumatera Selatan, sejak zaman prasejarah dan abad ke-7, saat Kerajaan Sriwijaya berkuasa, disebut Swarna Dwipa atau Pulau Emas. Ini karena hampir seluruh Sumatera saat itu, dan hingga kini, merupakan sumber kandungan emas. Pulau Jawa sendiri disebut Jawa Dwipa karena sejak dulu menjadi pusat peradaban dunia dan pusat lumbung pangan Nusantara.
Seorang ilmuwan pakar genetika dari Oxford, Inggris, yang bernama Stephen Oppenheimer, dalam teorinya menyatakan bahwa wilayah Hindia Belanda, Malaysia, Singapura, Kamboja, Vietnam, Thailand, Filipina, hingga Taiwan atau Pulau Formosa, dulunya merupakan satu daratan yang disebut Sunda Land (Benua Sunda). Teori ini dipublikasikan dalam bukunya berjudul Eden in the East: The Drowned Continent of Southeast Asia pada tahun 1998. Sementara itu, istilah Sunda Land pertama kali digunakan oleh peneliti Reinout Willem Van Bemmelen dalam buku Geografi Indonesia pada tahun 1949.
Teori Sunda Land menyatakan bahwa wilayah ini tenggelam akibat banjir besar yang terjadi antara tahun 14.000 hingga 7.000 SM. Setelah tenggelam, penduduknya menyebar ke berbagai daerah dan menurunkan ras serta suku-suku baru di bumi. Teori ini dipandang kontroversial karena bertentangan dengan teori sebelumnya, seperti Out of Taiwan. Dalam teori Out of Taiwan, diyakini bahwa penyebaran masyarakat penutur bahasa Austronesia berasal dari pantai timur Tiongkok bagian selatan, melalui Taiwan, dan bermigrasi besar-besaran ke Kepulauan Nusantara pada sekitar 7.000 SM.
Berdasarkan teori Out of Taiwan, asal-usul nenek moyang bangsa Indonesia, yang dulu disebut Nusantara, diyakini berasal dari Pulau Formosa (Taiwan). Teori yang didukung oleh Harry Truman Simanjuntak ini didasarkan pada ketidaksamaan pola genetika antara kromosom manusia Indonesia dan bangsa Tiongkok daratan. Salah satu bukti arkeologis yang mendukung teori ini adalah kegemaran masyarakat Austronesia dalam bercerita dan melukis di dinding gua. Teori ini semakin diperkuat lewat riset genetika yang menunjukkan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Yunnan, Tiongkok bagian selatan. Mereka bermigrasi dalam dua gelombang: gelombang pertama disebut Proto Melayu yang terjadi sekitar 3.000-1.500 SM, membawa budaya Neolitikum dan perahu bercadik satu; sedangkan gelombang kedua disebut Deutro Melayu yang terjadi sekitar 1.500-500 SM, membawa budaya Dongson serta perkakas senjata besi
Artikel ini ditulis oleh:
Tino Oktaviano