Tito mengaku kebijakan memblokir Telegram memang referensinya berasal dari pihaknya. “Ya, itu dari hasil intelijen kita yang sudah cukup lama,” ungkapnya.

Ia menjelaskan saat ini terjadi perubahan dalam komunikasi kelompok teroris. Ia menyebutkan terorisme ada dua macam satu yang terstruktur kedua tidak terstruktur.

“Kalau terstuktur maka kekuatan intelijen menjadi kekuatan nomor satu untuk memetakan struktur mereka sampai sedetil-detilnya,” paparnya.

Sementara untuk yang nonstruktur atau jihad tanpa pemimpin atau “self”-radikalisasi, menurut Tito, mulai berkembang di negara-negara Barat sejak 10 tahun yang lalu.

“Melalui media sosial bisa dilakukan latihan membuat bom, atau ‘online training’, langkah kita yang utama adalah memutus sistem komunikasi mereka dan melakukan kontra radikalisasi, dan melindungi mereka yang rentan terhadap paham radikal,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Eka