Sukoharjo, Aktual.com – Selain menuntut Upah Minimum Provinsi (UMP), unjuk rasa ribuan buruh dari delapan elemen di Sukoharjo menyatakan menolak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang pengupahan. Mereka menilai PP No 78 tersebut bakal sengsarakan buruh.

“Kami menolak PP No 78 karena berpihak kepada kapitalis, bentuk nyata upah murah, perbudakan gaya baru dan sangat menyengsarakan kaum buruh,” ujar Ketua
Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Sukoharjo, Slamet Riyadi, saat berorasi di hadapan ribuan buruh di di simpang empat The Park Jalan Ir. Soekarno
Solo Baru, Sukoharjo, Jawa Tengah, Selasa (3/11).

Menurut dia, PP No 78 sangat bertentangan dengan Pasal 88 dan 89 UU No 13 Tahun 2003, Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) Permenaker No 01/MEN/1999 tentang Upah Minimun dan Kepmenaker 226/MEN/2000 tentang Perubahan Pasal 1, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 8, Pasal 11, Paal 20, Pasal 21 Permenaker No 01/MEN/1999 dan Keppres No 107 Tahun 2004 tentang Dewan Pengupahan.

“PP 78 Tahun 2015 di dalamnya juga terdapat beberapa pasal yang saling bertentangan. Yakni Pasal 44 bertentangan dengan Pasal 43 dan Pasal 45,” kata dia.

Slamet juga mendesak pemerintah untuk menjamin perlindungan terhadap buruh atau pekerja. Yakni dengan aktif terlibat dalam isu perburuhan atau ketenagakerjaan dan melalui UU Perburuhan atau Ketenagakerjaan.

“Namun sayang kenyataannya kebijakan legislasi yang protektif terhadap buruh atau pekerja belum tercermin seperti dalam UU No 13 Tahun 2013 tentang
Ketenagakerjaan,” ujar dia.

Dari informasi yang dihimpun, buruh punya alasan kuat untuk menentang digunakannya PP No. 78 tahun 2015 untuk dasar penetapan UMP 2016.

Sebab formula kenaikan upah minimum di PP No. 78 dianggap bertentangan dengan UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Jika di UU No. 13 tahun 2003: penetapan upah minimum dilakukan kepala daerah berdasarkan rekomendasi dewan pengupahan. Faktor inflasi dan pertumbuhan ekonomi hanya merupakan salah satu bahan pertimbangan.

Sedangkan di PP No. 78 tahun 2015: besaran upah minimum pada tahun tertentu dihitung berdasarkan formula: Upah minimum tahun sebelumnya + {upah minimum tahun sebelumnya x (inflasi tahun sebelumnya + pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya)}.

Perbedaan inilah yang membuat buruh gusar. Sebab selain tidak ditetapkan oleh pemerintah lewat perundingan di dewan pengupahan yang melibatkan unsur buruh, diperkirakan upah buruh hanya bisa naik paling tinggi 10 persen dan berlaku untuk waktu yang lama. Buruh menganggap ini akan berdampak pada pemiskinan secara sistematik.

Artikel ini ditulis oleh: