Presiden Joko Widodo didampingi Wapres Jusuf Kalla (kedua kiri) memimpin rapat terbatas membahas proyek galangan kapal di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Senin (29/6). Presiden menginstruksikan untuk mengembangkan industri galangan kapal atau area pabrik pembuatan kapal laut di dalam negeri yang mampu memproduksi kapal tanker, kargo, kapal penumpang, feri, untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara maritim. ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma/kye/15

Jakarta, Aktual.com — Pengamat ekonomi politik, Salamudin Daeng mencatat beberapa keberhasilan Kabinet Kerja Jokowi-JK. Data-data tersebut diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI).

“Pertama, Kabinet Kerja berhasil menaikkan harga kebutuhan pokok, terbukti inflasi yang naik. Kedua, berhasil mendorong harga pangan naik tinggi, lalu pertumbuhan ekonomi semakin merosot. Kuartal pertama 2015 tumbuh 4,71 persen, melambat dibanding periode yang sama tahun sebelumnya 5,14 persen,” sindir Salamudin saat diskusi Aktual Forum “Siapa Kena Reshuffle” di Dapur Selera Jakarta, Minggu (5/7).

Lebih lanjut dikatakan dia, Kabinet Kerja Jokowi-JK juga berhasil membuat perdagangan Indonesia merosot. Selain itu, lanjutnya, Kabinet Kerja berhasil membuat nilai riil pendapatan masyarakat terus merosot.

“Berhasil membuat kondisi bisnis ambruk, industri merosot, sektor perhotelan merosot, penumpang kereta api turun akibat kenaikan tarif, dan nilai tukar rupiah ambruk,” kata dia.

Salamudin mengatakan hal tersebut bukan hanya disebabkan oleh tim ekonomi Jokowi-JK. Namun, kata dia, kegaduhan politik juga mempengaruhi penurunan nilai tersebut.

“Sedangkan data BI, Kabinet Kerja sukses menambah utang luar negeri (ULN) saat ini dengan kurs Rp13.300 per USD maka ULN kita mencapai Rp3.987 triliun,” pungkasnya.

Untuk lebih lengkapnya, berikut data BI atas kinerja Kabinet Kerja Jokowi-JK:

1. Mengurangi devisa negara. Posisi cadangan devisa Indonesia akhir Mei 2015 tercatat USD110,8 miliar, lebih rendah dari bulan sebelumnya, USD110,9 miliar.

2. Menurunkan nilai ekspor nonmigas. Surplus neraca perdagangan nonmigas tercatat lebih rendah akibat turunnya ekspor nonmigas (-8,0 persen yoy).

3. Manambah defisit pendapatan primer. Nilai defisit pendapatan primer kuartal pertama 2015 USD6,520 miliar, lebih tinggi diabndingkan kuartal 1 2014 sebesar USD6,335 miliar.

4. Mengurangi investasi langsung yang masuk ke Indonesia. Kuartal pertama 2015 sebesar USD2,320 miliar, lebih rendah dibandingkan investasi langsung kuartal pertama 2014 USD3,168 miliar.

5. Menungkatkan risiko kredit perbankan. Meningkatnya nonperforming loan (NPL) pada KPA triwulan pertama 2015 sebesar 2,1 persen, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yaitu 1,7 persen.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby