Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra, menyebut PerppuNo 2 tahun 2017, memberikan kewenangan kepada pemerintah bertindak lebih kejam dari penjajah zaman Hindia Belanda, Orde Lama maupun Orde Baru. (ilustrasi/aktual.com)
Jakarta, Aktual.com – Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan, pemenang Pilpres yang diikuti 2 pasangan calon, ditentukan dengan raihan suara terbanyak. Karena hal tersebut sudah diputus Mahkamah Konstitusi (MK) nomor putusan 50/PUU-XII/2014. 
Demikian kata Yusril menanggapi pesan berantai `JOKOWI DIPASTIKAN BISA TIDAK MENANG PILPRES 2019`yang viral di media sosial. 
Si penulis menyebut 3 syarat pemenang pilpres, yaitu: 
1. Suara lebih dari 50%
2. Memenangkan suara di 1/2 jumlah provinsi (17 provinsi)
3. Di 17 provinsi lainnya yang kalah minimal suara 20% 
Karena itu, Yusril menepis analisis pesan berantai tersebut jika berlaku pada Pilpres 2019, yang diikuti Jokowi dan Prabowo Subianto.
“Jangan lupa masalah di atas sudah diputus MK Tahun 2014. MK memutuskan kalau pasangan capres hanya 2, maka yang berlaku adalah suara terbanyak, tanpa memperhatikan sebaran pemilih lagi,” kata Yusril Sabtu (20/4).
Dia menjelaskan, ketentuan dalam 3 poin tersebut berlaku jika pilpres diikuti lebih dari 2 pasangan calon. 
Apabila syarat-syarat di atas belum terpenuhi, digelarlah pilpres putaran kedua. Barulah pada putaran kedua, pemenang ditentukan dengan raihan suara terbanyak.
“Sederhana saja. Kalau ada lebih dari dua pasangan, maka jika belum ada salah satu pasangan yang memperoleh suara seperti ketentuan di atas, maka pasangan tersebut belum otomatis menang. Maka ada putaran kedua,” ujar Yusril.
“Pada putaran kedua, ketentuan di atas tidak berlaku lagi. Yang berlaku adalah yang mendapat suara terbanyak. Begitu juga jika pasangan sejak awal memang hanya dua, maka yang berlaku adalah suara terbanyak,” tambahnya. 

Artikel ini ditulis oleh: