Jakarta, Aktual.com – Fraksi Partai Hanura melayangkan surat kepada Pimpinan DPR RI sebagai sikap keberatan atas kejadian perlakuan tidak wajar yang dilakukan oleh Presiden Direktur (presdir) PT Freeport Indonesia Chappy Hakim terhadap Anggota Komisi VII DPR RI, Mukhtar Tompo.

Mukhtar mendapat perlakuan kasar usai Rapat Kerja Komisi VII DPR dengan 12 perusahaan pertambangan. Salah satunya PT Freeport Indonesia.

Dengan adanya insiden tak menyenangkan itu, Ketua Fraksi Hanura Nurdin Tampubolon meminta kepada Pimpinan DPR untuk menindaklanjuti dan memproses kejadian tersebut sesuai dengan konstitusi Undang Undang yang berlaku.

“Kami meminta kepada PT Freeport Indonesia memberhentikan saudara Chappy Hakim sebagai Presiden Direktur PT Freeport Indonesia,” ujar Nurdin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (10/2).

Menurutnya, peristiwa ini menyangkut dengan Contempt of Parliament dan demi menjaga eksistensi kelembagaan DPR yang sedang menjalankan fungsi konstitusi dan pengawasan dimana setiap anggota mempunyai hak imunitas yang dilindungi oleh Undang Undang MD3.

Fraksi Hanura juga menyatakan mendukung sepenuhnya penerapan UU No 4 Tahun 2009 tentang Minerba secara konsisten, dan mengusulkan kepada Presiden Republik Indonesia melalui DPR RI untuk menghentikan sementara seluruh aktivitas PT Freeport Indonesia sampai terpenuhinya perintah UU Minerba No 4 Tahun 2009

Seperti diketahui, peristiwa terjadi pada hari Kamis, (9/2) pukul 15.10 WIB, di Ruang Rapat Komisi VII DPR RI.

Direktur Utama PT Freeport Indonesia Chappy Hakim sempat mengeluarkan ancaman terhadap anggota DPR RI Mukhtar Tompo. Pernyataan ancaman tersebut dikeluarkan dalam RDP Komisi VII.

“Awas kamu! Tunjukan dimana saya tidak konsisten?,” ungkap Chappy Hakim sambal menunjuk dada Mukhtar Tompo. Ancaman itu keluar dari mulut Chappy Hakim saat Mukhtar Tompo mendekat untuk bersalaman.

Dirut Freeport tersinggung atas pernyataan penutup (closing statement) yang disampaikan Mukhtar Tompo dalam rapat tersebut. Dalam pernyataan penutupnya, Mukhtar menyatakan bahwa jawaban Dirut Freeport dan Petrokimia Gresik terkesan bertela-tela bahkan bias dari pertanyaan anggota Komisi VII.

Ia mengingatkan sejumlah kesimpulan rapat pada tanggal 7 Desember 2016. Diantaranya meminta Direktur Jenderal Mineral dan Batubara IDirjen MInerba) bersikap tegas terhadap PT Freeport Indonesia terkait realisasi pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian konsentrat (smelter) sesuai dengan UU Minerba No 4 Tahun 2009.

Sayangnya, menurut Mukhtar, keputusan tersebut akhirnya menjadi tak bertuah, dengan hadirnya Peraturan Pemerintah No 1 Tahun 2017. Padahal, ungkap Mukhtar, dalam UU Minerba Pasal 5 ayat 1, telah ditegaskan bahwa ‘untuk kepentingan nasional, Pemerintah setelah berkonsultasi dengan DPR dapat menetapkan kebijakan pengutamaan mineral dana tau batubara untuk kepentingan dalam negeri’.

Bagi Mukhtar, Chappy Hakim tak memahami substansi dan bersikap emosional.

“Nampaknya orangnya tak nyambung, tak baik jadi mitra, membuat gaduh, dan saya yakin (Presiden) Jokowi tidak senang dengan gaya seperti itu,” kata Mukhtar.

Perlakuan tersebut, menurut Mukhtar, teleah melecehkan institusi DPR, dan rekan-rekan sesama anggota dewan akan membawa permasalahan ini ke Mahkamah Kehormatan.

(Nailin Insa)

Artikel ini ditulis oleh: