Jakarta, Aktual.co — Jaksa Agung terbukti tidak cermat memproses finalisasi administrasi para terpidana mati bila penundaan eksekusi mati hanya karena masih ada proses hukum yang diajukan para terpidana.
“Itu (alasan penundaan eksekusi) menunjukkan bahwa jaksa agung kurang cermat dalam melakukan proses finalisasi administrasi dari para terpidana,” kata Anggota Komisi III DPR RI Aboe Bakar Al Habsyi di Jakarta, Minggu (8/3).
Dia mengatakan daftar nama yang masuk ke dalam rencana eksekusi seharusnya hanya para napi yang sudah memiliki kekuatan hukum mengikat atau imkrach.
Jika proses hukum masih diajukan oleh seorang napi, menurut Aboe, seharusnya mereka itu tidak dimasukkan dalam rencana eksekusi. “Penundaan eksekusi mati seperti ini akan membawa dampak buruk pada pemberian efek jera,” ujarnya.
Politisi PKS itu menilai para pengedar tak akan takut lagi dengan ancaman hukuman mati, karena semua masih bisa ditunda-tunda. Sementara itu di sisi lain menurut dia, dampak narkoba terus berjalan, karena setiap hari sekitar 50 orang mati karena narkoba. “Menunda eksekusi mati mereka sehari, sama saja kita mentolelir kematian 50 orang yang terpapar dampak narkoba,” katanya.
Menilik kasus Mustofa maupun Freddy Budiman yang meski telah divonis mati, masih bisa ‘bermain’ narkoba, menurut Aboe, itu menunjukkan eksekusi mati mau tak mau harus segera dilaksanakan. Hal ini penting sebagai pelajaran, agar mereka tidak bisa seenaknya bertransaksi lagi.
Aboe Bakar juga menilai penundaan eksekusi mati para bandar narkoba termasuk duo “Bali Nine” menunjukkan kelemahan diplomasi Indonesia . Hal itu juga mengindikasikan posisi Indonesia selama beberapa waktu terakhir ini berada dalam tekanan masif Australia.
Artikel ini ditulis oleh: